Health

Waspada Kebutaan Akibat Diabetes, Kenali Gejalanya Sejak Dini

puanpertiwi.com – Edema makula diabetik atau dikenal dengan Diabetic Macular Edema (DME) memang masih menjadi penyakit yang menjadi beban masyarakat.

DME sendiri merupakan komplikasi serius dari penyakit diabetes, yang diawali dengan terjadinya retinopati diabetik, yaitu gangguan pada retina mata

Secara Global, diprediksi sekitar 93 juta orang terdampak diabetik retinopati dan sekitar 21 juta orang diantaranya menderita DME.

Di Indonesia, diprediksi terdapat sekitar 28.6 juta penderita diabetes.

Diantara pasien DM di Indonesia tersebut diprediksi sekitar 5.5% akan menderita DME.

Hal ini tentu menjelaskan perlunya meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya pasien DME, agar senantiasa memilih pengobatan yang tepat.

Karena itu, masyarakat diharapkan harus bisa lebih memperhatikan kondisi kesehatan organ penglihatan serta penyakit yang dapat menyebabkan kebutaan dan gangguan penglihatan sejak dini.

Jika DME terdiagnosa secara dini dan segera mendapat pengobatan yang tepat, hal ini memungkinkan kondisi ‘kehilangan penglihatan’ pada pasien dapat diminimalisasi dan berpotensi untuk dipulihkan.

Sehingga mereka bisa kembali beraktifitas dengan perbaikan penglihatan sampai mendekati normal.

Untuk diketahui, pengobatan DME yang tidak tepat, akan dapat menyebabkan hilangnya 2 baris dari penglihatannya / perburukan penglihatan dalam waktu 2 tahun pertama, sampai akhirnya bisa mengalami  kebutaan.

Karena itu pasien diabetes melitus, yang berisiko mengalami hal ini, dihimbau untuk selalu melakukan tindakan pencegahan untuk menghindari DME.

Pasien DME pun dihimbau untuk selalu melakukan kontrol terhadap komplikasi mata sehingga dapat mencegah kebutaan.

Dalam diskusi kesehatan secara daring, Selasa 11 Oktober 2022, dr. Ari Djatikusumo, Sp.M(K), Ketua II Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia(PERDAMI) Pusat mengatakan, bagi pasien DME sendiri harus paham bahwa DME merupakan salah satu penyakit mata yang perlu mendapatkan pengobatan sedini mungkin.

“Pasien Diabetes perlu melakukan tindakan pencegahan agar tidak mengalami komplikasi pada matanya, salah satunya yaitu DME,” kata dr. Ari Djatikusumo.

Oleh sebab itu, dr. Ari Djatikusumo menambahkan, dalam rangka Hari Penglihatan Sedunia (WorldSightDay/WSD) 2022, seluruh masyarakat diingatkan akan pentingnya kesehatan mata, yang berdampak pada pendidikan, pekerjaan, kualitas hidup, hingga kemiskinan.

Dalam kesempatan ini, dr. Ari Djatikusumo juga menyatakan bahwa dia juga sangat mengapresiasi Bayer Indonesia yang berinisiatif untuk aktif melakukan edukasi bersama dengan kami untuk meningkatkan awareness terkait DME, dalam peringatan Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day / WSD) 2022.

Salah satu bentuk komitmen Bayer diwujudkan dengan cara turut mendukung dikembangkannya aplikasi Teman Diabetes untuk memudahkan akses masyarakat melakukan cek kesehatan mata secara mandiri (self eye check).

Selain itu, Bayer juga akan turut melakukan edukasi pada pengguna aplikasi tentang penyakit diabetik retinopati dan DME, serta pentingnya antioksidan pengobatan dini untuk mencegah kebutaan.

Dalam kesempatan yang sama, Dr.dr. Gitalisa Andayani, Sp.M(K), Dokter Spesialis Mata Konsultan mengatakan, Indonesia saat ini menempati peringkat 5 dunia dengan penderita diabetes terbanyak.

Menurut Dr.dr. Gitalisa, penderita diabetes tipe 1 dan 2 berisiko menderita DME dan kehilangan penglihatan.

“43%pasien diabetes inimemiliki risiko untuk menderita diabetik retinopatidan 26% diantaranya juga memiliki risiko kehilangan pengelihatan,” kata Dr. Gita.

Dr. Gita juga  menambahkan, pada penderita diabetes, terlalu banyak gula darah dapat merusak pembuluh darah kecil di dinding belakang bagian dalam mata (retina) atau bisa saja menyumbat pembuluh darah secara keseluruhan.

“DME secara umum diakibatkan oleh keadaan hiperglikemia pada pembuluh darah retina yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama pada penderita retinopati diabetik,” ujar Dr. Gita.

Perlu dipahami juga, DME sendiri merupakan salah satu gangguan penglihatan berat yang kerap terjadi pada usia produktif (di bawah 50 tahun).

“Pada akhirnya, DME mampu menyebabkan hilangnya produktivitas hingga pendapatan. Secara sosial pun, DME akan mempengaruhi hubungan dengan keluarga, komunitas, bahkan dengan masyarakat secara luas, sehingga tak jarang penderitanyamengalami stress,” jelas Dr. Gita.

Berkaitan dengan gejala awal DME, Dr. Gita menjelaskan, biasanya diawali dengan penglihatan yang mulai kabur, lalu hilangnya warna kontras yang bisa dikenali mata, sampai akhirnya timbul titik buta.

“Maka, perlu kita pahami apa saja faktor risikonya. Beberapa faktor risiko DME seperti menderita Diabetes Melitus (DM) dalam waktu yang sudah panjang, memiliki riwayat hipertensi dan hiperkolesterol, obesitas, serta tidak mampu mengontrol gula darah,” jelas Dr. Gita.

Maka dari itu, sangat perlu melakukan skrining DME, apalagi mereka yang sudah memiliki riwayat Diabetes.

Bagi pasien dengan DM tipe 1 direkomendasikan untuk melakukan skrining 3-5 tahun setelah terdiagnosis DM.

Untuk DM tipe 2 perlu dilakukan skrining segera setelah terdiagnosis DM, lalu kemudian dianjurkan untuk melakukan skrining ulang setiap tahunnya.

“Kemudian diagnosis DME ditegakkan setelah ditemukan adanya penurunan tajam penglihatan, gambaran khas pada makula dengan pemeriksaan funduskopi dan adanya penebalan makula yang disertai dengan ditemukannya gambaran penebalan makula pada Optical Coherence Tomography(OCT),” tambahnya.

Dr. Gita juga menambahkan, terkait perkembangan penyakit, pasien Diabetes Melitus bisa mengalami perkembangan penyakit retina dimulai dari NPDR (Non-Prolifereative Diabetic Retinopathy) dari ringan hingga berat.

Kemudian dapat berkembang menjadi PDR (Proliverative Diabetic Retinopathy) awal, risiko tinggi dan tingkat lanjut.

“Dalam setiap tahapan tersebut dapat berubah menjadi DME jika kelainan terjadi pada makula dan jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan kebutaan,” jelas Dr. Gita.

Pada kesempatan ini juga, Dr. dr. Elvioza, Sp.M(K), Dokter Spesialis Mata Konsultan menyatakan, perlu tata laksana yang tepat untuk DME.

“Penanganan terapi DME dapat difokuskan menjadi 2, yaitu kontrol faktor sistemik dan memberikan terapi okuler,” kata Dr. Elvioza.

Dimana, kontrol faktor sistemik bertujuan untuk mencegah retinopati dan progresivitas penyakit dengan cara mengontrol gula darah, tekanan darah dan kadar lemak darah.

Sedangkan terapi okuler bertujuan untuk mencegah kehilangan penglihatan dan memperbaiki penglihatan dengan cara terapi anti-VEGF, terapi laser dan steroid.

Hanya saja, tambahnya, memang masih banyak tantangan dalam menangani DME selama ini.

Beberapa di antaranya terkait dengan ketiadaan dorongan untuk melakukan skrining secara dini, biaya terapi yang cukup tinggi, kurang optimalnya komunikasi dari penyedia layanan kesehatan dan pasien tentang biaya dan manfaat obat.

Selain itu juga, yang masih menjadi tantangan besar adalah kerap kali pasien tidak patuh untuk melakukan kontrol dan pengobatan.*

Penulis: Dwi Kartika Sari

Tags : featured

Leave a Response