Women in Action

Butet Manurung. Jadi Guru Suku Anak Dalam Dengan Segudang Prestasi

Puanpertiwi.com- Perempuan lulusan Antropologi Unpad ini bernama lengkap Saur Marlina Manurung, lebih dikenal sebagai Butet Manurung. Butet dikenal atas komitmen dan dedikasinya untuk menjadi guru bagi Suku Anak Dalam di pedalaman Jambi.

Atas dedikasinya sebagai perintis dan pelaku pendidikan alternatif bagi masyarakat pedalaman di Indonesia, di tahun 2014 Butet memperoleh penghargaan “Ramon Magsaysay Award”. Tak hanya itu, ia juga mendapat penghargaan menjadi “The Man and Biosphere Award” oleh LIPI-UNESCO. Sudah banyak yang menulis mengenai Butet. Di tahun 2007, Butet menuliskan pengalamannya dalam sebuah buku ‘Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba’). Bahkan di tahun 2013 Sokola Rimba diangkat menjadi sebuah film yang disutradarai oleh Riri Riza dari ‘Miles Production’.

Tujuan pendidikan untuk orang rimba bagi Butet (yang juga seorang antropolog) adalah buat kepentingan hidup mereka sesuai kebutuhannya. Kalau mereka tidak ingin rumah (hutan) mereka terpinggirkan di tanah adat mereka sendiri, pendidikan adalah satu-satunya penyokong yang bisa jadi pegangan mereka kalau gak mau jadi korban pembodohan “orang terang” (sebutan orang rimba untuk pendatang), seperti ketika mereka diminta untuk membubuhi cap jempol suatu kontrak tertulis pembukaan lahan perkebunan.

Seperti cuplikan kata di bukunya: “Pendidikan bukanlah proses alienasi seseorang dari lingkungannya, atau dari potensi alamiah dan bakat bawaannya, melainkan proses pemberdayaan potensi dasar yang alamiah bawaan untuk menjadi benar-benar aktual secara positif bagi dirinya dan sesamanya.”

Butet tahu bahwa siswa yang dididiknya “berbeda”. Pendidikan di Bukit Dua Belas tak bisa disertamertakan dengan kurikulum nasional yang menggeneralisasi seluruh siswa Indonesia dengan Ujian Nasional (UN). Butet menekankan sistem pendidikan berbeda yang sesuai dan dimengerti orang rimba, yaitu bermain dengan alam. Misalnya, menggunakan biji karet untuk belajar berhitung dan mengenalkan huruf per huruf berdasarkan bentuk dan cara mengeja. Lalu kalau ada siswa yang menjawab benar diberi tepuk tangan, kalau salah disebut sebagai Raja Penyakit (umpatan humoris khas mereka).

Esensi pendidikan di Sokola Rimba benar-benar terasa, karena yang mereka cari itu ilmu yang dibutuhkan buat hidup mereka, bukan sekadar nilai di atas kertas.

Butet Manurung benar-benar mendedikasikan dan meninggalkan seluruh kenyamanan hidupnya untuk Sokola Rimba. Mengajar orang rimba bagi Butet bukan hanya untuk memberdayakan mereka tetapi juga memperkaya nasionalisme Butet mengenai cara pandang, budaya, perilaku dan kehidupan orang rimba. Kapan lagi seorang antropolog bisa mencicipi sensasi asli ilmunya? “Aku mengajar di tempat ini, tetapi sesungguhnya akulah yang banyak belajar di tempat ini,” tutur Butet.
Reporter: Zacky

Leave a Response