Health

Upaya Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Aritmia di Indonesa pada satu dekade InaHRS

puanpertiwi.com – Indonesia Heart Rhytm Society (InaHRS)/ Perhimpunan Aritmia Indonesia pada peringatan 1 dekade usianya tentang transformasi pentingnya peningkatan pelayanan kesehatan aritmia di Indonesia.

Acara ini sekaligus juga menghimbau dukungan dan keterlibatan seluruh lini baik dalam pencegahan, penanganan maupun peningkatan pengetahuan tentang penyakit ini.

Peringatan 1 dekade ini ditandai dengan mengadakan pertemuan ilmiah yaitu 10th Annual Scientific Meeting (ASM) InaHRS yang diselenggarakan di Jakarta 17-19 Agustus 2023.

Aritmia atau gangguan irama jantung dapat berupa denyut jantung yang terlalu cepat, terlalu lambat, atau denyut jantung yang tidak teratur.

Kelainan pada penderita aritmia dapat bergejala ringan, seperti berdebar, pusing, kliyengan, tetapi juga dapat berakibat fatal dan menyebabkan stroke, gagal jantung, atau pingsan. Dan yang terparahnya adalah kematian jantung mendadak (KJM)

Berdasarkan data tahun 2023, prevalensi aritmia secara umum diperkirakan sekitar 1,5% sampai 5% pada populasi global.

Paling sering terjadi adalah fibrilasi atrium (FA), dengan prevalensi global 46,3 juta kasus. Hal ini juga akan terus meningkat, diperkirakan pada tahun 2050 di Indonesia akan mencapai 3 juta jiwa.

“Individu dengan FA mempunyai risiko 5x lebih tinggi untuk terjadinya stroke dibandingkan individu tanpa FA,” ungkap dr. Dicky Armein Hanafy, Sp.JP (K), FIHA, FAsCC selaku Dewan Penasehat InaHRS/PERITMI pada konferensi pers.

“Ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang menderita aritmia, yaitu faktor usia, penyakit jantung koroner, penggunaan narkoba atau zat-zat tertentu, merokok dan mengonsumsi kafein secara berlebihan,” lanjut Dr.dr. Dicky Armein.

Masih menurut dr. Dicky, penanganan aritmia juga dapat dilakukan dengan pemasangan alat Implantable Cadioverter Defibrillator (ICD) untuk mencegah kematian jantung mendadak.

Pada kesempatan yang sama, dr. Sunu Budhi Rahardjo,Sp.JP(K), Phd, Ketua InaHRS/PERITMI juga mengatakan, tantangan yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan aritmia di Indonesia.

Pertama adalah jumlah dokter spesialis di bidang ini masih sedikit dibandingkan kebutuhan hanya sekitar 46 dokter spesialis ahli aritmia di Indonesia apai dengan saat ini.

Sementara yang kedua akses masyarakat terhadap tatalaksana penyakit airtmia yang masih sangat buruk.

“InaHRS/PERITMI menemukan bahwa faktor utama yang menjadi penyebab fenomena meresahkan ini adalah adanya kesenjangan yang besar antara jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan biaya tindakan-tindakan medis yang harus dilakukan oleh dokter aritmia dalam praktik,” ungkap dr. Sunu.

Tindakan Ablasi FA dan ICD sangat membantu masyarakat yang menderita aritmia, pada tahun 2021 dan hanya ada 84 tindakan Ablasi FA yang dilakukan di Indonesia, masih jauh dibandingkan negara tetangga. Pada tahun 2020 Malaysia sebesar 191 dan Singapura sebesar 143.

InaHRS berupaya meningkatkan sebagai organisasi profesi. Upaya pencegahan tersebut dilakukan dengan kampanye fibrilasi atrium yang diselenggarakan setiap tahun dan juga edukasi melalui berbagai media. Maupun tatalaksana penyakit aritmia.

InaHRS juga memberikan usulan kepada pemerintah dan para pemangku kepentingan kesehatan di Indonesia untuk lebih terlibat dalam masalah ini.

Misal dengan meningkatkan tanggungan Jaminan Kesehatan Nasional yang ada saat ini.

 

Penulis: Dewi Retno Budiastuti

Leave a Response