Culture

Perjuangan Kartini Lawan Nikah Muda Masih Berlanjut Di Jaman Now

puanpertiwi.com –  Setiap 21 April kita memperingati perjuangan sosok perempuan Indonesia yang memperjuangkan hak dan kesejahteraan perempuan.  Dalam surat Raden Ajeng Kartini yang telah diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno, menulis seorang perempuan akan terlihat hina jika tidak menikah muda.

Mungkin tidak kita pungkiri, bahwa sampai saat ini pun perempuan yang tidak menikah pasti akan di cap sebagai ‘Perawan Tua’. Sehingga banyak perempuan yang ‘terburu-buru’ untuk menikah hanya karena sudah batas usia untuk menikah. Dan banyak angka perceraian yang terjadi karena hubungan yang kurang matang. “Kami anak-anak perempuan tidak boleh memiliki pendapat ,kami harus menerima dan menyetujui  bahkan mengamini apa yang dianggap baik oleh orang lain.Bahwa tahu, mengerti, dan menginginkan itu dosa bagi anak perempuan,” tulis Kartini dalam suratnya.

Di jaman Now dan  modern kini, Council of Foreign Relation mencatat bahwa Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh Negara tepatnya peringkat ketujuh dengan angka absolute pengantin anak tertinggi didunia dan tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja.

Mengenai masalah tersebut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerja sama dengan  Badan Pusat Statistik (BPS)  pada tahun 2016 telah melakukan riset mengenai jenjang pendidikan yang ditempuh oleh perempuan usia 20 – 24 tahun berstatus pernah menikah  yang melakukan perkawinan di bawah atau di atas 18 tahun. Hasilnya cukup memprihatinkan, sebesar 94,72% perempuan usia 20 – 24 tahun berstatus pernah kawin yang melakukan perkawinan di bawah usia 18 tahun putus sekolah, sementara yang masih bersekolah hanya sebesar 4,38%.

Hal ini menjadi miris,karena kaum perempuan masih dibayangi momok untuk melakukan perkawinan di usia muda, tidak hanya di zaman Kartini tapi juga di zaman now.

“Perkawinan bukanlah hal yang buruk jika dilakukan di usia yang tepat dengan persiapan yang matang. Perkawinan di usia anak justru akan membawa permasalahan baru bagi kaum perempuan. Dimulai dari hilangnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, resiko ancaman dari penyakit reproduksi seperti kanker serviks, kanker payudara dan juga hidup dalam keretakan keluarga karena ketidaksiapan mental mereka dalam membangun keluarga, sehingga menimbulkan perceraian”, ungkap Menteri PPPA, Yohana Yembise  pada siaran pers yang redaksi puan pertiwi terima,Sabtu (21/4) .

“Saya berharap kaum perempuan muda Indonesia mampu menentukan masa depannya dengan mengutamakan pendidikan. Kalian lah para penerus estafet mimpi-mimpi R.A Kartini untuk memajukan bangsa. Kaum perempuan mampu berkarya tidak hanya melulu dengan urusan sumur dapur kasur, tetapi juga di ranah publik. Saya optimis kaum perempuan yang menjadi Kartini masa kini mampu meneruskan mimpi Kartini dimasa yang akan datang”, tambahnya.

Yohana berharap kedepannya tidak ada perkawinan yang terjadi pada anak perempuan yang belum siap menjalani perkawinan. “Mari kita stop perkawinan anak, kaum perempuan mampu berdiri di kaki sendiri dan menentukan masa depannya sendiri. Jangan pernah berhenti berkarya kaum perempuan Indonesia.”
R.A Kartini pun turut berpesan, “Tetapi kalau angkatan muda bersatu, dapatlah kiranya kami dengan kekuatan yang bersatu mewujudkan sesuatu yang baik. Dan terhadap pendidikan itu janganlah hanya akal yang dipertajam, tetapi budipun harus dipertinggi”.

Reporter  : Ranov
Sumber    : Siaran Pers Kemen PPPA

Leave a Response