Health

Menopause Bukan Akhir Hidup Perempuan, Kelola Stress Sebelum dan Sesudah Kunci Kebahagiaan

puanpertiwi.com – Mengalami Menopause adalah sebuah kepastian bagi seorang perempuan, dan hal ini terjadi secara natural.

Perubahan hormon pada tubuh perempuan saat menopause mampu menurunkan kualitas hidup perempuan, baik secara fisik maupun mental.

Tak jarang perempuan merasa hidupnya telah ‘berakhir’ jika sudah mengalami Menopause, karena merasa kesehatan tubuh langsung menurun dan kerap mengalami stress.

Terkait dengan masalah ini, Eugenia Communications, selaku Sebagai agency PR dan EO yang sudah 24 tahun menggeluti dunia kesehatan dan lifestyle, menghadirkan program High Tea Talks by Eugenia Communications, yang kali ini berkolaborasi dengan Klinik Health 360.

Program ini merupakan bagian dari komitmen dalam meningkatkan awareness masyarakat terkait kondisi kesehatan dan cara menanganinya, salah satunya Menopause.

Dimana, acara ini membahas tentang pentingnya melakukan deteksi gejala-gejala menopause serta mengelola stress, agar perempuan mampu mempersiapkan diri sebelum, hingga setelah menopause terjadi.

Menopause merupakan proses biologis yang terjadi pada semua perempuan, yang awalnya ditandai dengan perimenopause.

Pada masa perimenopause, seorang perempuan akan mengalami beberapa gejala, dan gejala tersebut akan bertahan ataupun bertambah bahkan saat Menopause terjadi.

Maka, penting bagi perempuan untuk bisa mengatasi situasi ini, baik sebelum, saat, dan sesudah Menopause terjadi.

Apalagi, saat ini Indonesia sudah masuk sebagai negara menua (aging country), yang sebagian di antaranya tentulah perempuan.

Hal ini ditunjukan dengan peningkatan populasi penduduk lansia setiap tahunnya.

Pada 2010, penduduk lansia mengalami peningkatan sebesar 18 juta jiwa (7,56%), lalu pada 2019 meningkat menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%).

Jumlah ini diprediksi akan terus menigkat menjadi 48,2 juta jiwa (15,77%) pada tahun 2035.

Tulus Hutabarat, Direktur Utama Eugenia Communications dalam sambutannya mengatakan, bahwa persiapan menghadapi pramenopause hingga pascamenopause merupakan hal yang penting.

Bukan hanya untuk perempuan, tetapi orang-orang di sekitar juga perlu memahami menopause.

Dukungan keluarga, yaitu suami dan anak, serta komunitas ibu juga besar perannya agar masa menopause dapat dilalui dengan nyaman.

“Khususnya bagi suami, perlu untuk memperluas pengetahuan terkait menopause agar keharmonisan keluarga tetap terjaga,” kata Tulus dalam pers media, Kamis 30 November 2023, di Jakarta.

Ia menambahkan, pentingnya edukasi terkait Menopause ini yang mendorong Eugenia Communications untuk menghadirkan program High Tea Talks dan pada seri yang pertama ini mengusung tema ‘Menopause bukan akhir hidup perempuan’.

Pada kesempatan yang sama, dr. Ni Komang Yeni Dhana Sari, Sp.OG, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Klinik Health 360 menjelaskan, bahwa walaupun terjadi secara natural dan terjadi pada semua perempuan, bukan berarti mereka tidak mengalami kesulitan menjalaninya.

dr. Ni Komang Yeni juga memaparkan adanya beberapa gejala yang sering kali membuat perempuan Menopause mengalami kesulitan, kesakitan, ataupun kurangnya percaya diri.

Seperti, obesitas di mana lingkar perut lebih dari 80 cm, siklus menstruasi yang tidak seperti biasa, vagina kering, semburan panas (hot flashes), demam, keringat pada malam hari, dan gangguan tidur.

Selain itu juga adanya perubahan metabolisme, rambut rontok, payudara mengendur, tekanan darah meningkat, kolesterol dan gula darah meningkat, hingga akhirnya bisa mempengaruhi kondisi mental mereka.

Gejala-gejala tersebut bahkan terjadi beberapa tahun sebelum menopause dan terus berlanjut bahkan setelah menstruasi berhenti.

“Setiap perempuan biasanya menghadapi risiko unik berdasarkan genetika dan faktor lainnya. Sehingga, sangat penting bagi perempuan untuk memahami cara melindungi diri dari meningkatnya risiko kesehatan lain setelah menopause,” kata dr. Yeni.

Selain perubahan bentuk tubuh dan gangguan kesehatan umum, dr. Yeni menjelaskan, akan adanya penurunan hormon estrogen selama Menopause dapat meningkatkan risiko dari beberapa penyakit.

Sementara itu yang pertama, bahaya terbesar yang mereka hadapi setelah menopause sebenarnya adalah penyakit jantung.

Alasan utamanya karena salah satu tugas estrogen adalah membantu menjaga pembuluh darah tetap fleksibel, sehingga berkontraksi dan melebar untuk mengakomodasi aliran darah.

“Begitu estrogen berkurang saat menopause, fungsi ini pun akan menurun,” jelas dr. Yeni.

Selain penyakit jantung, ada juga beberapa penyakit yang risikonya semakin meningkat saat menopause.

1. Osteoporosis (sebelum menopause, tulang wanita dilindungi oleh estrogen sehingga fungsi ini akan hilang).

2. Obesitas (menopause menyebabkan tubuh bertambah gemuk dan kehilangan massa jaringan tanpa lemak).

3. Infeksi Saluran Kemih/ISK (vagina yang semakin kering dan tipis menyebabkan bakteri lebih mudah berkembang).

4. Terakhir, Inkontinensia Urin (lapisan estrogen yang hilang pada lapisan kandung kemih membuat otot vagina mengendur).

“Kenyataan ini membuktikan bahwa ada baiknya perempuan serta orang-orang disekitarnya tidak meremehkan Menopause karena jika tidak ditangani dengan tepat bisa membahayakan perempuan.

Jika mengalami gejala dan efek yang berat sebelum, saat, dan setelah menopause, tentu ada terapi yang bisa dilakukan.

Misalnya terapi hormon, di mana terapi estrogen bisa jadi pilihan pengobatan paling efektif untuk meredakan hot flashes menopause serta memperbaiki beberapa fungsi tubuh.

Penelitian terkini membuktikan bahwa pengobatan hormon relatif aman bila diberikan topikal: melalui kulit, selaput lendir atau vagina,” kata dr. Yeni.

Berikutnya, ada terapi Vaginal Estrogen untuk mengatasi vagina kering, terapi antidepresan dosis rendah, Gabapentin, Clonidine, Fezolitenant, dan pengobatan yang berkaitan langsung dengan gejala penyakit yang muncul.

Terapi hormon untuk keluhan menopause merupakan pengobatan utama untuk menopause.

Namun perlu dilakukan skrining terlebih dahulu, terutama untuk mengetahui apakah ada potensi kanker atau tidak di dalam tubuh.

“Sebelum memutuskan pengobatan apapun, perempuan harus tahu bahwa risiko perubahan tubuh dan risiko timbulnya penyakit akibat menopause harus tetap dicegah terlebih dahulu dengan kebiasaan hidup sehat,” jelas dr. Yeni.

Seperti, dr Yeni menambahkan, berolahraga teratur, mengonsumsi makanan bernutrisi sehat dan gizi seimbang, dan menghilangkan kebiasaan buruk seperti merokok dan minum miras.

Misalnya, perempuan harus rutin olahraga sebanyak 3×50 menit per minggu (total bergerak 150 menit per minggu) sesuai dengan anjuran WHO. Tentu saja dengan jenis aktivitas yang disesuaikan dengan usia.

Aktivitas ini juga bisa membantu mengurangi resiko gangguan mental yang juga kerap timbul akibat Menopause.

Terkait gangguan mental, Dr. dr. Natalia Widiasih Raharjanti, Sp.KJ(K), MPd.Ked, Spesialis Kedokteran Jiwa RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), menjelaskan bahwa perubahan hormon yang dialami perempuan dalam masa menopause menyebabkan gejala-gejala yang menganggu produktivitas dan dapat menurunkan kualitas hidup.

Dalam melewati fase Menopause tersebut, terdapat berbagai perubahan dan tantangan yang perlu dihadapi.

Sehingga diperlukan persiapan bagi perempuan serta lingkungan sekitar untuk menghadapi fase tersebut.

Dalam mengelola stres yang dialami perempuan menopause, perlu melihat kembali dari segi biologis, psikologis, dan sosial.

Perubahan biologis terjadi akibat perubahan hormonal yang ditandai dengan peningkatan FSH dan LH serta penurunan estrogen dan progesterone.

Kondisi ini akan memicu berbagai perubahan fisik maupun kognitif.

Seorang dengan menopause dapat mengalami gejala-gejala menopause seperti yang sudah disebutkan sebelumnya yang berpotensi menyebabkan distres akibat perubahan persepsi terhadap tubuh yang mengikuti proses penuaan.

Pada aspek kognitif, estrogen memiliki sifat neuroprotektif melalui berbagai mekanisme, seperti mengatur tumbuhnya sel saraf dan mencegah kematian sel.

Penurunan kadar estrogen akan menyebabkan penurunan pengaruh neuroprotektif sehingga terjadi kematian sel saraf di otak yang lebih sering dan lebih banyak.

Hal ini akan menimbulkan penurunan performa ingatan dan kesulitan dalam berkomunikasi. Gangguan kognitif ini berpotensi menimbulkan distress.

Selain itu, seorang dengan menopause dapat memiliki gangguan psikologis. Hal ini juga timbul akibat perubahan neurohormonal serta adanya gejala fisik.

Beberapa faktor yang memengaruhi kemunculan dan berat dari gangguan psikologis seperti adanya riwayat gangguan psikologis sebelumnya, status sosioekonomi, berbagai peristiwa hidup, gaya hidup merokok, dan sikap dan pandangan terhadap menopause.

Selain itu, terdapat perubahan sosial yang terjadi pada orang dengan menopause.

Seperti, munculnya fenomena empty nest syndrome, yaitu anak yang sudah tidak tinggal bersama orang tua, stabilitas finansial dan pekerjaan.

Selain itu juga, tingkat pendidikan, tingkat kemandirian dan keinginan untuk mandiri, kekerasan terhadap orang tua, perubahan gairah seksual, kesendirian dan perasaan sendiri, dan tuntutan masyarakat terhadap perempuan itu sendiri.

Berbagai kondisi yang sudah disebutkan sebelumnya dapat diinternalisasi dan memicu timbulnya insecurity.

Perasaan ini akan menimbulkan negative body image, yaitu perasaan negatif terhadap kondisi dirinya saat ini.

Mempersiapkan diri terhadap kondisi menopause sangat penting karena terdapat berbagai permasalahan yang kerap terjadi di kalangan perempuan menopause.

Sebagian besar masyararakat masih memberikan stigma negatif kepada perempuan menopause.

Selain itu, pasangan seringkali kurang teredukasi mengenai kondisi menopause sehingga perempuan menopause kerap kurang mendapat dukungan serta merasa tidak dimengerti oleh pasangan maupun keluarga.

Perempuan menopause juga sering memiliki kepercayaan diri rendah karena negative body image.

Kondisi ini berpotensi memicu gangguan psikologis, kasus perceraian, maupun masalah di dalam keluarga.

Sebab itu, perlu adanya persiapan diri serta lingkungan penting dalam mengelola stress yang terjadi saat menopause maupun pascamenopause.

– Pertama, kita perlu menyadari bahwa menopause adalah fase yang dialami oleh hampir setiap perempuan, sehingga dalam menjalani fase ini, kita tidak sendiri.

Kita juga perlu menyadari bahwa ada orang-orang terdekat yang mampu mendukung kita.

– Kedua, kita juga perlu mengenali dan menyayangi diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan yang kita miliki.

Jika kita ingin mengubah diri kita, kita dapat membuat target yang dapat dicapai dan sesuai dengan kapasitas kita saat ini.

– Ketiga, kita dapat mencari bantuan tenaga kesehatan profesional seperti psikolog maupun psikiater jika terdapat kesulitan dalam menjalani fase ini.

Lingkungan sosial penting dalam mendukung perempuan menjalani fase menopause secara lebih menyenangkan.

“Couples therapy akan sangat membantu bagi pasangan-pasangan yang perlu untuk dibina dalam membangun komunikasi dan pemahaman antarpasangan agar tercipta hubungan yang harmonis dalam menjalani menopause,” papar dr. Natalia.

“Penting untuk melakukan terapi pada perempuan menopause secara holistik,” tutupnya.

Penulis: Dwi Kartika Sari

Leave a Response