Lifestyle

Jurnalis Rentan Terkena Masalah Kesehatan Mental

puanpertiwi.com – WHO mendefnisikan kesehatan mental sebagai keadaan sejahtera mental yang memungkinkan seseorang mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuannya, belajar dengan baik dan bekerja dengan baik, serta berkontribusi pada komunitasnya. Ini adalah komponen integral dari kesehatan dan kesejahteraan yang mendasari kemampuan individu dan kolektif kita untuk mengambil keputusan, membangun hubungan, dan membentuk dunia tempat kita tinggal. Kesehatan mental adalah hak asasi manusia yang mendasar. Dan ini penting untuk pengembangan pribadi, komunitas dan sosial-ekonomi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di 31 negara termasuk Indonesia, sebanyak 44% responden menilai bahwa kesehatan mental adalah masalah kesehatan yang saat ini paling dikhawatirkan4. WHO memperkirkan sekitar 3.8% atau 280.000.000 penduduk dunia mengalami depresi.

Jurnalis adalah salah satu profesi yang rentan terkena depresi. Karena sifat pekerjaan terus mengejar deadline, meliput konflik, bencana, kekerasan, kriminal dan mobilitas tinggi dapat mengakibatkan kecemasan, kelelahan, trauma, depresi bahkan gangguan stress paska trauma (PTSD).

Dalam wawancara yang dilakukan oleh Canadian Journalism Forum tentang Kekerasan dan Trauma, kepada 1000 pekerja media menemukan 69% pekerja media melaporkan sendiri bahwa mereka menderita kecemasan dan 46% depresi. 6
Kesehatan mental berdampak pada kesehatan fisik, sosial, dan ekonomi individu dan masyarakat di seluruh dunia. Lebih dari tiga perempat orang yang menderita penyakit mental tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMICs), dimana banyak dari mereka tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan mental yang berkualitas. Faktanya, lebih dari 75% orang dengan gangguan kesehatan mental di negara-negara berkembang dan berkembang tidak menerima perawatan sama sekali. Selama lebih dari 60 tahun, Johnson & Johnson telah berdedikasi untuk meningkatkan hasil bagi mereka yang menderita penyakit mental.

Kesehatan mental merupakan hal yang penting bagi setiap individu untuk dapat menyadari kemampuan, potensi yang dimiliki, sehingga dapat produktif dan berperan dalam komunitasnya. Saat ini dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan maraknya informasi mengenai kesehatan mental yang dapat mudah diakses melalui sosial media dapat menjadi boomerang apabila mengarah pada perilaku self-diagnose yang justru memperburuk kondisi pasien.

Pada umumnya gejala depresi yang banyak dialami yaitu seperti kecemasan, sedih, murung, suasana hati kosong, putus asa, gelisah, lemah, lesu, tidak dapat mengambil keputusan dan lain sebagainya yang seringkali tidak disadari oleh pasien. Baik karena kesibukan maupun stigma di masyarakat yang mengakibatkan pasien mengabaikan kondisi kesehatan mentalnya.

dr. Lahargo Kembaren, SpKJ, menyoroti bahwa kondisi ini dapat berdampak pada kesejahteraan pasien secara fisik dan mental yang berdampak pada produktifitas dan kesehariannya. Beliau mengatakan, “Kita perlu memahami pentingnya kesehatan mental. Depresi adalah masalah kejiwaan yang dapat ditangani dan disembuhkan apabila segera mendapatkan penanganan medis yang tepat. Sehingga tidak perlu ragu untuk memeriksakan diri ke tenaga medis profesional apabila merasakan gejala seperti lesu, sedih terus-menerus, kehilangan minat pada hobi, sulit berkonsentrasi, dan yang teburuk adalah berulang-ulang memikirkan kematian. Pasien disarankan segera memeriksakan diri dan jangan melalukan self-diagnose karena dapat memperparah gejala.”

Johnson & Johnson Indonesia terus berupaya meningkatkan literasi dan menghapus stigma mengenai kesehatan mental di masyarakat melalui berbagai kegiatan edukasi yang dilakukan.

Devy Yheanne, Leader of Communications & Public Affairs Johnson & Johnson Pharmaceutical for Indonesia, Malaysia & Philippines, mengatakan, “Kesehatan mental merupakan salah satu fokus utama kami. Jurnalisme, sebagai profesi yang memegang peran krusial dalam membentuk masyarakat, terkadang mengorbankan kesehatan mental para pelakunya. Jurnalis, yang sering kali berada di garis depan peristiwa traumatis seperti konflik, bencana alam dan menghadapi tekanan berlebih. Meskipun tugas mereka memerlukan ketangguhan dan ketahanan, kesehatan mental jurnalis sering luput dari perhatian. Padahal berita yang berkualitas dapat dihasilkan dengan baik apabila kesehatan fisik dan mental jurnalis dapat terjaga. Johnson & Johnson Indonesia berkomitmen untuk mendukung rekan-rekan media dalam menjalankan profesinya dengan baik salah satunya melalui edukasi kesehatan mental.”

Dalam acara Year – End Media Gathering 2023 bertajuk “Mind Behind the News” yang digelar khusus oleh Johnson & Johnson Indonesia, dr. Lahargo Kembaren, SpKJ membagikan beberapa tips yang bisa dilakukan jurnalis untuk membangun kesehatan mental yang baik, “Cobalah untuk tidak fokus pada apa yang tidak bisa kita kontrol tapi fokus pada apa yang bisa kita kontrol, yaitu tidur, makanan dan hubungan. Pastikan untuk tidur pada jam yang sama, sehingga tubuh akan terlatih. Tubuh kita memiliki ritme sirkadian yang unik, dimana jumlah hormon kortisol meningkat di pagi hari dan turun di malam hari sehingga akan terasa sangat mengantuk. Gunakan waktu ini untuk tidur. Mulailah mengonsumsi makanan dengan nutrisi lengkap dan seimbang. Lalu, alokasikan waktu untuk menjalin hubungan dengan sesama karena hubungan yang baik akan melindungi kesehatan mental. Ambillah cuti untuk melakukan hal yang berbeda dari rutinitas peliputan berita, misalnya jalan-jalan dengan teman. Rasa cemas dan stres memang sangat normal, tetapi apabila sudah mulai menganggu kinerja, maka sebaiknya segera konsultasikan dengan dokter.”

Melalui kegiatan ini, Johnson & Johnson Indonesia berharap dapat mendukung kesehatan mental di Indonesia dan mengajak semua pihak, terutama jurnalis, untuk bersama-sama memerangi stigma dan peduli terhadap kesehatan mental. ***

 

 

Tags : featured

Leave a Response