Health

Jangan Terlena Dengan Usia Muda, Hipertensi Bisa Diderita Sejak Dini, Ikuti Tips Sehat Ini Untuk Mengatasinya

puanpertiwi.com – Tepatnya hari ini, Selasa 17 Mei 2022, World Hypertension Day (WHD) 2022 kembali diperingati di Indonesia dan di seluruh dunia.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, WHD kembali mengusung tema “Measure your blood pressure, control it, live longer”.

Adapun tujuan tema ini untuk menekankan pentingnya mengukur dan mengendalikan tekanan darah untuk mencapai hidup yang berkualitas.

Karena sangat penting sekali untuk menyadarkan masyarakat terkait pentingnya mengenali gejala, faktor risiko, dan cara mencegah tekanan darah tinggi.

Mengingat prevalensi hipertensi di dunia, termasuk di  Indonesia sampai saat ini tetap tinggi atau belum mengalami perubahan selama 3 dekade terakhir.

Oleh karena itu, kesadaran terhadap hipertensi tetap menjadi issue global yang penting dan memerlukan keterlibatan semua pihak.

Hipertensi sendiri adalah suatu kondisi ketika tekanan darah terhadap dinding arteri terlalu tinggi, dan hal itu bisa memicu masalah kesehatan, seperti penyakit kardiovaskular.

Biasanya hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah di atas 140/90, dan dianggap parah jika tekanan di atas 180/120.

Sementara, penyebab tingginya kasus baru hipertensi akibat tingginya faktor risiko hipertensi seperti diabetes mellitus (kencing manis), kegemukan, konsumsi garam yang tinggi dan merokok.

Dalam Virtual Press Conference, dr. Erwinanto, Sp.JP (K), FIHA, FAsCC, Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi atau Indonesian Society of Hypertension (InaSH) mengimbau untuk secepatnya mengendalikan hipertensi, guna mengatasi menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, stroke dan gagal ginjal.

“Tekanan darah harus bisa segera dikendalikan baik bagi pasien hipertensi maupun individu yang tidak menderita hipertensi,” kata dr. Erwinanto.

Dengan begitu, tingkat kematian bisa diminimalisir, dan tak harus menghabiskan biaya besar dari penyakit katastropik di Indonesia.

Penyakit katastropik sendiri adalah penyakit yang tidak menular, tetapi menjadi penyebab utama kematian manusia di dunia.

“Sedangkan bagi individu yang bukan penyandang hipertensi, tekanan darah juga perlu dikendalikan untuk mencegah terjadinya hipertensi,” tambahnya.

Menurutnya, jika menderita hipertensi, kendalikan tekanan darah melalui usaha menurunkannya dengan cara terapi perubahan gaya hidup dengan atau tanpa terapi obat.

Sementara, jika tidak menderita hipertensi, kendalikan tekanan darah melalui usaha pencegahan agar tekanan darah tidak naik melalui terapi perubahan gaya hidup.

Pengendalian tekanan darah yang dilakukan akan berdampak hidup lebih lama karena peningkatan tekanan darah merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular), stroke dan ginjal.

Pada kesempatan yang sama, dr. Eka Harmeiwaty, Sp.S, Wakil Ketua InaSH mengatakan, dalam kelompok hipertensi hanya 13.018 (47,6 %) yang menyadari adanya hipertensi.

Selain itu, hanya 47,4 % yang mengkonsumsi obat anti hipertensi.

Menurutnya, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Indonesian Society of Hypertension) yang bekerjasama dengan Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2018 menunjukan pada sampel 68.846 orang dengan rentang usia rata-rata 45.

Hingga kurang lebih 16,3 tahun ditemukan bahwa 27.331 orang (30,8 persen) mengidap hipertensi.

Angka ini lebih rendah dari survei tahun 2017 yaitu 34,5 persen.

Hal ini disebabkan pada survei tahun 2018 terdapat 18,6 partisipan berusia 18-29 tahun.

Dalam kelompok hipertensi hanya 13.018 (47,6 persen) yang menyadari adanya hipertensi dan hanya 47,4 persen yang mengkonsumsi obat anti hipertensi.

Survei juga menunjukkan target pengobatan tidak tercapai pada 10.106 pasien (78,0 persen).

“Dengan kondisi di Indonesia seperti ini tidak heran bila insiden penyakit jantung koroner, stroke dan gagal ginjal masih tinggi,” ujar dr. Eka.

Ia juga mengemukakan, hipertensi dapat dicegah walaupun faktor genetik dan usia sulit untuk dimodifikasi.

Namun banyak faktor risiko lain yang dapat dihindari agar tidak terjadi hipertensi dengan menanamkan pola hidup sehat sejak usia dini yang dilakukan dalam keluarga dan melalui edukasi di sekolah.

Hal ini lebih mudah dibandingkan menyarankan perubahan gaya hidup bagi orang dewasa.

Menurutnya, dalam hal ini orangtua dan guru mempunyai peranan penting dalam menanamkan pola hidup sehat pada anak-anak yang akan terus diingat dalam memorinya hingga mereka dewasa.

Selain itu, mengurangi paparan terhadap polusi udara juga merupakan upaya pencegahan terhadap hipertensi, selain mengatasi stresor dan tidur yang cukup.

Karena, umumnya risiko hipertensi meningkat tajam pada saat memasuki usia 40 tahun ke atas.

“Dengan bertambahnya usia maka risiko hipertensi meningkat. Risiko hipertensi meningkat tajam pada usia 45 tahun,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, pemeriksaan tekanan darah secara regular disarankan dimulai pada usia 18 tahun, terutama yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi atau penyakit kardiovaskular.

Sedangkan, pasien diabetes berisiko mengalami hipertensi sehingga dengan demikian harus di lakukan pemeriksaan darah berkala untuk mendeteksi adanya hipertensi.

Eka menambahkan, selain pengukuran tekanan darah di fasilitas kesehatan, dapat juga dilakukan secara mandiri di rumah.

Selain itu, juga bisa melalui komunitas tertentu yang dikenal dengan Home Blood Pressure Monitoring (HBPM) atau disebut dengan Pengukuran Tekanan Darah di Rumah (PTDR).

Dengan melakukan pengukuran yang  benar dan akurat, maka akan didapatkan hasil yang tepat.

PTDR sangat membantu untuk mendeteksi hipertensi jas putih, yaitu peningkatan tekanan darah saat diukur di klinik atau RS namun saat dilakukan pengukuran di luar klinik didapatkan tekanan darah normal.

Dengan melakukan PTDR, juga dapat digunakan untuk memonitor hasil pengobatan.

“Selain itu dengan melakukan pengukuran mandiri membuat  pasien menjadi lebih patuh dalam pengobatan,” jelasnya.

Sementara, terkait tentang bagaimana hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan organ, dr.Djoko Wibisono, SpPD-KGH, Sekretaris Jenderal InaSH, mengatakan hipertensi yang tidak dikendalikan dan ditangani dengan tepat dapat menyebabkan kematian akibat kerusakan organ.

Hal ini dikenal dengan istilah Hypertension-Mediated Organ Damage (HMOD).

Dampak kerusakan organ yang disebabkan oleh hipertensi pada otak mengakibatkan stroke, pada Jantung mengakibatkan penyakit jantung koroner, infark miokard, pembesaran jantung kiri dan gagal jantung.

Selain itu, hipertensi pada ginjal dapat menyebabkan Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang membutuhkan hemodialysis, hipertensi pada mata dapat menyebabkan retinopati yang berakhir dengan kebutaan.

“Komplikasi hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan tekanan darah baik dengan perubahan gaya hidup dan terapi farmakologi (obat),” kata dr.Djoko.

Dalam kesempatan ini, dr.Djoko memaparkan ada beberapa tips hidup sehat dengan hipertensi, antara lain:

1. Menurunkan BB, mengatur diet.
2. Mengurangi garam <5g/hr.
3. Banyak konsumsi sayur dan buah.
4. Menghindari lemak berlebihan.
5. Berhenti merokok.
6. Olahraga secara teratur.
7. Minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter.
8. Stop alkohol.
9. Mengendalikan stress.
10. Melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin serta periksa laboratorium untuk deteksi dini terjadinya komplikasi.

Sementara, untuk wanita yang menderita hipertensi saat dalam program hamil, disarankan terlebih dahulu untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan khusus secara rutin sampai kondisi membaik.

Sehingga mengurangi risiko tinggi keguguran, ataupun menghindari untuk lahir secara prematur.

Karena bayi yang terlahir prematur juga akan berisiko hipertensi di kemudian hari.*

Penulis: Dwi Kartika Sari

Tags : featured

Leave a Response