Culture

Hasil Penelitian: Tren Eksploitasi Seksual Anak di Berbagai Sektor

Puanpertiwi.com– Indonesia merupakan salah satu primadona tujuan wisata para turis asing dunia. Tingginya jumlah kunjungan wisatawan lokal maupun asing juga berpengaruh pada kebutuhan fasilitas hiburan, salah satunya adalah kebutuhan seks. Bahkan dampak yang memprihatinkan pun terjadi. Meningkatnya eksploitasi seksual anak, bahkan dengan berbagai

Penelitian yang dilakukan End Child Prostitution in Asian Tourism (ECPAT) Indonesia, organisasi yang bergerak untuk merespons masalah eksploitasi seksual anak menunjukkan bahwa, secara umum destinasi wisata Indonesia tidak mengenal dan menyediakan pariwisata seks. Akan tetapi, banyak fasilitas wisata yang dimanfaatkan untuk tindakan eksploitasi seksual terhadap anak.

“Penelitian kami, semakin sektor ini maju, berimbas tinggi pada eksploitasi seksual anak,” ujar Andy Ardian, perwakilan ECPAT Indonesia ketika memaparkan hasil penelitiannya dalam acara “Peran media dalam mengedukasi dan mengkampanyekan isu eksploitasi anak di destinasi wisata”

Fenomena pariwisata seks anak di Indonesia kata Ardian, dibagi dalam beberapa bagian. Pertama adalah prostitusi anak. Kelompok ini dapat dijumpai dalam pusat-pusat hiburan seperti bar, kafe, club, hotel dan karaoke. Tren lainnya adalah layanan seks di apartemen.

Kedua adalah prostitusi online. Hampir setiap orang di Indonesia memiliki handphone. Mudahnya akses ke media sosial seperti facebook, twitter, BBM, dan whatsapp menjadikan transaksi seks berubah dari di pinggir jalan menjadi online.

Tren ketiga adalah pedofilia. Hampir sebagian besar kasus pedofilia yang berhasil terungkap di Indonesia terjadi di Bali. Daerah yang rawan terjadi kasus ini adalah di Karangasem, Buleleng, dan Denpasar. Secara umum, hampir seluruh kasus eksploitasi anak di daerah wisata Bali dilakukan oleh turis asing. Mereka cenderung mencari anak-anak dari keluarga yang kurang mampu serta tinggal jauh dari obyek wisata.

Tren keempat adalah halal sex tourism. Tren ini di Indonesia banyak dijumpai di wilayah Selatan Bogor, meliputi kawasan Cisarua dan Puncak. Tren ini mulai bermunculan pada tahun 1992 dan diawali oleh wisatawan laki-laki yang berasal dari Timur Tengah.

Lalu tren terakhir adalah fenomena ‘kopi pangku’ di Kalimantan Barat. Istilah kopi pangku mengacu pada anak-anak berusia sekitar 12-15 tahun yang duduk di pangkuan laki-laki dewasa yang tengah menikmati secangkir kopi di kedai kopi pinggir jalan.

Reporter: Zacky

Leave a Response