Health

Essity Mendukung Peluncuruan Konsensus Marsi, Pentingnya Pencegahan Cedera Kulit Akibat Perekat Medis (MARSI)

puanpertiwi.com – Medical Adhesive-Related Skin injury (MARSI) atau cedera kulit akibat perekat medis/ plester seringkali terjadi.

Melihat kondisi tersebut, lima organisasi profesi Dkter: PABI, PERDICI, PERDOSKI, PERGEMI dan IDAI yang bergabung dalam satu kelompok kerja ahli, pada tanggal 31 Agustus 2023 meluncurkan konsensus Peningkatan Kesadaran dan Pencegahan MARSI untuk memperbaiki kondisi MARSI di Indonesia.

Kelompok kerja ahli tersebut terdiri dari dr.Heri dr. Heri Setyanto, Sp.B, FInaCS (PABI), Dr. dr. Erwin Pradian, Sp.An, KIC, KAR, M.Kes (PERDICI); dr. Maylita Sari, Sp.KK, FINSDV (PERDOSKI); Dr. dr. Kuntjoro Harimurti, Sp.PDKGer, M.Sc (PERGEMI); dr. Tartila, Sp.A(K) (IDAI).

Konsensus MARSI menekankan beberapa hal penting meliputi definisi MARSI, pengkajian faktor risiko, pengamatan berkala untuk identifikasi dini, memilih perekat medis yang sesuai, teknik melepas dan memasang perekat medis / plester, serta rekomendasi terbaik akan pencegahan MARSI.

MARSI terjadi akibat penggunaan perekat medis / plester yang kurang tepat sehingga berdampak signifikan terhadap keselamatan dan kenyamanan pasien, seperti kerusakan permukaan kulit yang menimbulkan rasa nyeri, infeksi, perluasan luka, dan lambatnya penyembuhan luka.

Gustavo Vega, Commercial Director Essity Indonesia dalam sambutannya mengatakan, bahwa ia memberikan apresiasi
yang tinggi dan mendukung penuh upaya yang dilakukan oleh PABI, PERDICI, PERDOSKI, PERGEMI, IDAI dalam kelompok kerja ahli ini.

“Konsensus ini dibuat untuk menjadi rekomendasi dalam peningkatan kesadaran dan pencegahan MARSI bagi para tenaga kesehatan, serta dorongan bagi para pemangku kebijakan dan organisasi profesi untuk bersama-sama menjaga integritas kulit termasuk menyediakan alternatif perekat yang aman untuk pencegahan MARSI yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien,” kata dr. Heri Setyanto, Sp.B, FInaCS, perwakilan dari Perhimpunan Ahli
Bedah Indonesia (PABI).

MARSI sendiri merupakan kondisi yang menurunkan kualitas hidup pasien.

Menurut observasi yang
telah dilakukan PABI, 32 dari 36 pasien (88,88%) yang mengalami MARSI merasakan nyeri atau sakit yang mengganggu, dan 6 di antaranya juga mengalami komplikasi infeksi.

Masih menurut dr. Heri, ia mengatakan, bahwa masih sedikit rumah sakit yang memiliki Standard Operational Procedures( SOP) untuk MARSI.

“Dengan demikian, jelas bahwa konsensus MARSI ini sangat dibutuhkan di Indonesia, terutama untuk pasien risiko tinggi,” ujar dr. Heri.

Dr. dr. Erwin Pradian, Sp.An, KIC, KAR, M.Kes, Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI) mengatakan, bahwa dalam survei sederhana yang dilakukan pihaknya pada 59 anggota PERDICI ditemukan tipe MARSI tertinggi pada pasien di ICU adalah dermatitis iritan kontak sebanyak 47,3%, dan dermatitis alergi sebanyak 30,9%.

“Di ICU, masalah MARSI dan komplikasinya kerap ditemui,” ucap dr. Erwin.

Pada jurnal penelitian menemukan bahwa prevalensi MARSI di ICU hingga 42%.

Masih menurut dr. Erwin, bahwa pasien dengan penyakit kritis di ICU rentan terhadap MARSI karena berbagai faktor.

“Di antaranya adalah kondisi umum mereka yang sehari-hari terkena paparan yang tinggi terhadap perekat medis, malnutrisi, ketidakstabilan hemodinamik, disfungsi organ, edema, kelainan kulit,” jelas dr. Erwin.

Pada kesempatan yang sama, dr. Tartila, Sp.A(K), dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan, bahwa kulit anak-anak
cenderung masih rentan dan sensitif mengakibatkan berisiko tinggi terkena MARSI.

Di samping itu, menurut Dr. dr. Kuntjoro Harimurti, Sp.PD-KGer, M.Sc, perwakilan dari Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI) menyatakan, bahwa pada dasarnya, hampir seluruh kelompok populasi memiliki risiko untuk terkena MARSI.

“Namun, lansia memiliki risiko yang lebih tinggi lagi karena kondisi kulit menurun pada saat penuaan ditambah lanjut usia umumnya mempunyai banyak penyakit, banyak menggunakan obat-obatan,
dengan status gizi yang kurang (malnutrisi),” kata dr. Kuntjoro.

dr. Maylita Sari, Sp.KK, FINSDV, Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia
(PERDOSKI) menjelaskan tentang tatalaksana pencegahan MARSI.

“Pencegahan MARSI harus dimulai dari persiapan kulit, pemilihan bahan perekat medis yang sesuai, pemasangan dan pelepasan perekat medis / plester,” tutur dr. Maylita.

“Hal-hal ini harus dipahami dengan baik dan benar oleh para tenaga kesehatan,” lanjutnya.

Perekat medis konvensional yang menggunakan perekat karet (rubber) atau perekat akrilat memiliki kekuatan yang semakin meningkat berdasarkan lama pemakaiannya.

Karena daya rekat yang tinggi dari perekat konvensional menyebabkan dapat terangkatnya lapisan kulit epidermis ketika perekat medis / plester dilepas.

Hal ini berpotensi menyebabkan MARSI. Untuk itu diperlukan pilihan perekat medis / plester yang berfungsi dengan baik namun tidak mencederai kulit.

Joice Simanjutak, Marketing Director Essity juga mengatakan, bahwa pihaknya selalu memberikan dukungan konsensus tersebut.

“Seperti yang sudah dijelaskan oleh para dokter, Untuk mendukung konsesus ini, kami berkomitmen untuk melakukan edukasi kepada masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran terkait risiko dan dampak MARSI, mendukung sosialisasi MARSI kepada tenaga kesehatan, dan menghadirkan inovasi terbaru perekat medis/plester dengan perekat silikon untuk pencegahan MARSI,” kata Joice.

Memprioritaskan kesejahteraan dan keselamatan pasien adalah hal terpenting dalam setiap aspek layanan kesehatan, termasuk penggunaan perekat medis / plester.

 

Penulis: Dewi Retno Budiastuti

Tags : featured

Leave a Response