Health

Waspada! Tak Hanya Stroke, Hipertensi Berdampak Buruk Pada Otak, Kendalikan Sejak Dini

puan pertiwi.com – Hipertensi merupakan  salah satu istilah medis dari penyakit tekanan darah tinggi.

Umumnya, Hipertensi dapat menyebabkan peningkatan darah dan aliran darah menuju otak sehingga memicu terjadinya stroke.

Mulai dari skala (Transient Ischemic Attack / TIA) sampai stroke berat yang bisa mencapai kesembuhan, terutama jika hipertensi tidak ditangani.

Maka, kelola hipertensi dengan baik yang sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya Stroke tersebut.

Untuk mengatasi pencegahan hipertensi ini, masyarakat dihimbau untuk mengenali dan mengendalikan tekanan darah sendiri.

Hal ini untuk menghindari penyakit berbahaya yang tidak diinginkan nantinya.

Pasalnya, penyakit ini disebut sebagai pembunuh senyap atau silent killer .

Lantaran, banyak orang yang masih banyak mengetahui bahwa dirinya menderita tekanan darah tinggi karena seringkali tidak ada gejala.

Bahkan tak jarang seseorang terserang Stroke tiba-tiba karena hipertensinya.

Tetapi, si penderita justru tidak pernah menyadari bahwa dirinya memiliki hipertensi selama ini.

Karena itu, salah satu bentuk kontrol tekanan darah yaitu dengan rajin mengukur tekanan darah sendiri dengan home blood pressure monitoring (HBPM).

Sementara itu, bagi pasien penderita hipertensi harus terus patuh dalam menjalani pengobatan dan pengukuran tekanan darah secara benar dan berkala.

Selain itu, pasien Stroke juga harus mengelola hipertensinya dengan baik agar tidak semakin parah, sehingga mengakibatkan kematian atau kematian.

Melalui Konferensi pers secara virtual, Rabu 31 Agustus 2022, dr. Eka Harmeiwaty, Sp.S, Dokter Spesialis Saraf RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita menjelaskan, terkait dengan faktor risiko Hipertensi.

“Hipertensi merupakan faktor risiko utama kejadian stroke. Setiap kenaikan tekanan darah sistolik 2 mmHg akan meningkatkan risiko Stroke 10% pada orang dewasa,” kata dr. Eka.

Lebih lanjut dr. Eka memaparkan, hipertensi itu sendiri ditemukan pada 64-70% kasus stroke.

Dari hasil penelitian yang didapat, dr. Eka mengatakan, secara mekanisme, tekanan darah tinggi pada dasarnya menyebabkan kerusakan sel dinding pembuluh darah (sel endotel) dan gangguan fungsi dari otot di dinding pembuluh darah nadi / arteri.

“Kondisi ini dapat membuat arteri menjadi kaku dan tersumbat,” ucap dr. Eka.

Menurut dr. Eka, bila arteri yang tersumbat ada di bagian otak, hal ini akan membuat otak tidak mendapatkan aliran darah dan oksigen yang cukup, sehingga semakin lama semakin banyak otak sel / jaringan yang mulai mati.

“Hal ini membuat seseorang berada pada risiko stroke yang jauh lebih tinggi,” imbuhnya.

Selain itu dr. Eka juga mengatakan, kerusakan endotel dan lapisan otot hanya pembuluh darah arteri karena Hipertensi, tak menyebabkan stroke.

Tapi juga dapat menyebabkan penipisan dinding pembuluh darah arteri di otak yang dapat mengakibatkan arteri bisa/mudah pecah dan menyebabkan pendarahan di otak.

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2021 terdapat 1,4 milyar penduduk dunia hidup dengan Hipertensi.

Sementara itu, hanya 14% yang memiliki tekanan darah terkontrol.

hasil Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2018, menunjukkan prevalensi hipertensi mencapai 34,31%.

Namun, hanya 8,8% yang terdiagnosis, 13% yang tidak minum obat, serta 32,3% yang tidak minum obat namun tidak teratur.

Kondisi ini hampir sama dengan hasil survei yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI).

Di mana tekanan darah tidak terkontrol pada 2017 menunjukkan 62,8% (di daerah perkotaan) dan pada 2018 mencapai hingga 78% (mencakup daerah perkotaan dan pedesaan).

Sedangkan, Hipertensi sendiri merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan.

Jadi, jika tekanan darah seseorang sudah mencapai target bukan berarti dia sembuh, tapi hanya terkontrol.

Kalau sudah terkontrol maka diharapkan bisa menghindari komplikasinya, salah satunya kerusakan otak seperti Stroke.

Penyakit Stroke sendiri merupakan penyebab kematian kedua dan penyebab kecacatan ketiga di dunia.

dekat, secara global pada 2021, diperkirakan 1 di antara 4 orang dewasa berusia di atas 25 tahun pernah mengalami Stroke.

Jadi, diperkirakan 13,7 juta penduduk dunia mengalami Stroke pertama pada tahun tersebut dan lebih dari 5,5 juta meninggal.

“Dari segi beban ekonomi untuk Indonesia, Hipertensi merupakan salah satu penyakit katastropik dan menyerap anggaran BPJS yang cukup besar,” papar dr. Eka.

Dr. Eka juga menambahkan, menurut data BPJS, pembiayaan hipertensi tahun 2016 meningkat hampir 2 kali lipat dibandingkan 2 tahun sebelumnya.

“Selain itu, secara tidak langsung, Hipertensi dan komplikasinya menyebabkan turunnya produktivitas karena morbiditas, disabilitas dan mortalitas bahkan pada usia muda,” tutur dr. Eka.

Berdasarkan laporan BPJS Kesehatan, Stroke menjadi salah satu yang memiliki biaya tertinggi mencapai Rp 2,56 triliun pada 2018.

Inilah mengapa Stroke perlu diperhatikan dengan serius.

Dr. Eka kembali menegaskan, langkah paling awal untuk mencegah Stroke adalah mengendalikan tekanan darah.

“Selain untuk pencegahan primer Stroke, penurunan tekanan darah juga penting mencegah berulangnya Stroke. Penurunan tekanan sistolik 10 mmHg akan menurunkan tekanan hingga 27% dan besarnya penurunan tekanan darah secara linier akan mengurangi risiko stroke berulang,” tutur dr. Eka.

Dr. Eka juga menjelaskan, selain efektivitas dan keamanan obat, saat memilih obat juga perlu mempertimbangkan kestabilan dosis obat dalam darah yang dapat mempertahankan tekanan darah dalam 24 jam, sehingga frekuensi pemberian obat bisa dikurangi.

Seperti, golongan CCB bekerja dengan mengurangi kekakuan dinding pembuluh darah dan menyebabkan pembuluh darah arteri melebar.

“CCB Golongan adalah obat yang paling banyak digunakan di seluruh dunia karena efektivitas dan keamanannya,” ungkap dr. Eka.

Salah satu obat golongan CCB adalah Nifedipine.

Nifedipine konvensional memiliki waktu paruh waktu sehingga harus diberikan 3 kali sehari.

Namun, dengan adanya inovasi teknologi GITS (Gastro-Intestinal Therapeutic System), Nifedipine dapat diminum 1 kali sehari saja untuk menurunkan tekanan darah.

Berdasarkan penelitian menunjukkan, pemberian Nifedipine GITS dapat menurunkan tekanan darah lebih besar dibandingkan jenis CCB lainnya.

“Frekuensi pemberian obat hanya 1 kali akan meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan hipertensi sehingga target penurunan tekanan darah dapat dicapai,” tambah dr. Eka.

Pada kesempatan yang sama, dr. Gunawan Purdianto, Medical Affairs Divisi Pharmaceuticals Bayer Indonesia mengatakan, Bayer berkomitmen terhadap kesehatan pasien dengan terus berupaya menyediakan akses yang luas bagi pengobatan hipertensi bagi seluruh masyarakat Indonesia.

“Salah satunya dengan ketersediaan obat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan reguler,” kata dr. Gunawan.

Selain itu, Bayer menyakini bahwa prioritas utama pada pasien adalah kepatuhan pasien dalam pengobatan penting untuk dilakukan.

Hal ini merupakan salah satu upaya dalam memotivasi Bayer dalam menciptakan solusi terbaik melalui obat-obatan yang inovatif, untuk lebih meningkatkan kesehatan dan kualitas pasien.

Di samping itu, Bayer juga terus meningkatkan kesadaran kesadaran terkait hipertensi di Indonesia dengan terus melakukan edukasi kepada masyarakat luas, salah satunya lewat media massa.

“Sehingga semoga baik, kami berharap untuk terus dapat berkontribusi agar pasien hipertensi selalu mendapatkan pengobatan yang lebih tepat dan lebih,” tutup Dr.
Gunawan.*

Penulis: Dwi Kartika Sari

Tags : featured

Leave a Response