Parenting

Punya Anak Yang Tertutup? Ini Cara Menanggulanginya

Jakarta, puanpertiwi.com – Tidak hanya orang dewasa, anak-anak juga kerap memiliki ragam masalah, khususnya anak-anak yang masih duduk di sekolah dasar. Misalnya saja, dapat nilai jelek namun tidak berani bilang ke orangtua sehingga kertas ujian disembunyikan, dibully teman tapi tidak berani melawan, berkelahi dengan teman, dan masih banyak lagi. Beragam masalah yang dihadapi buah hati Anda, membuatnya menjadi cenderung lebih pendiam dari biasanya. Jika memang anak Anda bukanlah anak yang pendiam, maka Anda patut mencari tahu apa sebenarnya yang tengah terjadi dengan buah hati Anda ya.

Anak bisa saja tidak nyaman dan tidak berani untuk terbuka dengan Anda, mungkin saja karena Anda adalah orangtua yang galak dan menakutkan. Namun sebagai orangtua, Anda harus tahu bagaimana dan apa saja masalah yang dihadapi anak Anda. Lalu, apa yang seharusnya Anda lakukan?

Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah berusaha untuk membuat anak nyaman berbicara dengan Anda. Buatlah suasana yang membuat anak-anak ingin selalu berkomunikasi dengan Anda. Ciptakan rutinitas seperti mengobrol santai di sore hari, mungkin sambil mengajak hewan peliharaan berjalan-jalan, setelah makan malam, saat menonton televisi, atau saat menyiram tanaman, dan lainnya.

Menurut psikolog Dra. Yeti Widiati, semua anak itu sebenarnya terbuka dan jujur pada siapa pun, hanya saja cara orangtua yang tidak pas dalam berkomunikasi dengan sang anak, yang dapat menyebabkan anak menjadi tertutup. “Pada dasarnya anak itu terbuka dan apa adanya pada orangtua. Terutama saat balita sesudah ia bisa bicara ia akan banyak bertanya dan bercerita pada orangtuanya. Oleh karena itu, di masa balita saat anak banyak bertanya dan banyak bercerita adalah masa kritis apakah kecenderungan ini akan berkembang, bertahan atau justru menghilang pada usia-usia selanjutnya,” jelasnya.

“Hal yang mempengaruhi apakah kecenderungan terbuka dan mau bercerita ini akan berkembang, bertahan, atau menghilang adalah bergantung dari bagaimana respon orangtua atau orang dewasa di sekeliling anak ketika anak bercerita. Apa pun ceritanya,” imbuhnya.

Sebagai orangtua, hendaklah Anda berusaha untuk selalu ada dalam keadaan apa pun demi buah hati Anda. Tidak mungkin anak tidak nyaman dengan Anda, jika Anda telah melakukan hal yang tepat. Lalu, hal seperti apa yang membuat anak-anak kelak menjadi tertutup? Diantaranya yakni tidak mempedulikan anak saat bercerita, misalnya, orangtua sambil mengerjakan hal yang lain, sambil memperhatikan gadget, dan lain sebagainya. Orangtua menilai baik dan buruk apa yang diceritakan anak, misalnya, “Harusnya kamu gak boleh seperti itu”, “Aneh amat sih, masa kucing bisa ngomong.”

Tidak hanya itu, kebiasaan menganggap apa yang diceritakan anak tidak menarik juga dapat membuat anak menjadi enggan untuk bercerita dengan Anda, misalnya, “Seperti itu saja pak diceritain”. Menyuruh anak diam saat ia sedang bersemangat bercerita juga bisa membuat anak jadi malas berkomunikasi dengan Anda lho, misalnya, “Udah jangan ngomong melulu, bunda pusing.” Atau “Main sana keluar daripada nanya melulu”, dan lain sebagainya.

Namun, jika Anda sudah berusaha menasehati buah hati Anda tapi mereka tetap tertutup dengan Anda, cobalah cara ini. Bentuk respon orangtua yang membuat anak kelak menjadi terbuka, antara lain orangtua menunjukkan rasa ingin tahu terhadap apa yang diceritakan anak, misalnya saja, “Oh ya, jadi gimana ceritanya kamu tadi di sekolah?”, orangtua melakukan probing (menggali lebih jauh) dengan pertanyaan, misalnya, “Coba ceritakan, tentang gambar ini …. “, Orangtua menunjukkan antusiasme dan ketertarikan saat anak bercerita dengan tidak melakukan pekerjaan lain saat menyimak dan fokus mendengarkan ceritanya, dan menatap mata anak sejajar dengan mata orangtua, hendaklah menjadi orangtua yang selalu mendorong anak bercerita dan siap mendengarkan.

“Anak tidak selalu tahu apa yang sebetulnya paling penting untuk diceritakan pada orangtua atau apa yang sebetulnya orangtua ingin ketahui. Oleh karena itu ia akan menceritakan apapun. Misalnya saja terkait dengan bullying, atau nilai jelek, pun sebetulnya anak pada dasarnya akan terbuka. Tapi bila respon atau reaksi orangtua berlebihan dan membuat anak tidak nyaman (marah, sedih, kecewa, malu, atau bahkan memukul), maka peluang anak akan menceritakan kembali masalahnya atau kesulitannya akan menjadi lebih kecil,” jelas psikolog yang mengenakan hijab itu.

Menurutnya, bukan anak yang seolah harus dipaksa bercerita, namun orangtualah yang seharusnya perlu lebih dahulu mengatur bagaimana ia memberi respon terhadap cerita anak. (Vany)

Leave a Response