Museum Layang-layang Indonesia Luncurkan Buku Biografi Endang Ernawati Drajat, Bentuk Inspirasi Generasi Muda
puanpertiwi.com – Museum Layang-layang Indonesia meluncurkan dua buah buku sebagai bagian dari karya publikasi rutin. Yaitu, Biografi Endang Ernawati Drajat: Hidup Tidak Sekadar Melayang dan buku Katalog Koleksi Museum Layang-layang Indonesia.
Acara peluncuran dan diskusi buku ini digelar di Museum Layang-layang Indonesia, Jl. H. Kamang No. 38, Cilandak, Jakarta Selatan, pada Kamis, 27 Februari 2025.
Pada acara peluncuran dan diskusi buku ini, Museum Layang-layang Indonesia juga menampilkan Djati Nurani dan Ayu Khairie, membawakan pentas musik balada, serta Angklung Kerta Ceria PWRI.

Foto: Museum Layang-layang Indonesia menampilkan Djati Nurani dan Ayu Khairie, membawakan pentas musik balada; serta Angklung Kerta Ceria PWRI/ dok. puanpertiwi.com
Acara ini tidak hanya menyajikan peluncuran buku, tetapi juga diramaikan dengan penampilan musik balada oleh Djati Nurani dan Ayu Khairie, serta pertunjukan Angklung Kerta Ceria PWRI.

Foto: Museum Layang-layang Indonesia menampilkan Djati Nurani dan Ayu Khairie, membawakan pentas musik balada; serta Angklung Kerta Ceria PWRI/ dok. puanpertiwi.com
Museum Layang-layang Indonesia memang dikenal tidak hanya sebagai tempat menyimpan koleksi layang-layang dan memutar film tentang layang-layang, tetapi juga sebagai pusat kegiatan seni-budaya, termasuk workshop dan pentas seni.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Museum Layang-layang Indonesia bekerja sama dengan PAS Rekadaya dan didukung oleh Langgam Komunika.
Acara ini juga merupakan bagian dari rangkaian program publik Yayasan Layang-layang Indonesia sejak tahun 2024, yang didukung oleh Dana Indonesiana melalui Kementerian Kebudayaan RI dan LPDP Kementerian Keuangan RI.
Penyelenggaraan program publik dan program kolaborasi ini, diharapkan dapat menjadi salah satu landasan utama untuk keberlanjutan museum.
Endang Ernawati Drajat, sosok pelopor Museum Layang-layang Indonesia mengungkapkan tentang kilas balik biografi buku ini, yang merupakan salah satu upaya dalam menginspirasi generasi muda.
“Saya mencoba mengajarkan semuanya dari buku ini. Buku ini bukan yang pertama, tetapi lebih luas isinya dibanding yang sebelumnya. Saya berharap generasi mendatang bisa terinspirasi,” ujarnya.
Dian Andryanto, penulis buku biografi tersebut, juga mengungkapkan bahwa butuh waktu sekitar satu tahun dalam proses penulisan buku ini.
“Bu Endang sangat terbuka, sehingga kami bisa mendapatkan banyak sisi kehidupan beliau. Buku ini tidak hanya untuk Bu Endang, tetapi juga diharapkan dapat memotivasi banyak orang, baik,” jelasnya.
Endang Ernawati Drajat mengawali karirnya di dunia kecantikan sejak remaja.
Namun sejak tahun 1980an, ia mulai beralih kegiatan ke dunia layang-layang, permainan yang disukainya sejak kanak-kanak.
Permainan layang-layang, merujuk kepada gambar cadas di gua prasejarah Sugi Patani di Pulau Muna (Sulawesi Tenggara), telah ada di Nusantara setidaknya sejak 4000 tahun lalu.
Kini permainan layang-layang telah berkembang menjadi olahraga rekreasi, yang di Indonesia tergabung dalam Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (KORMI), dengan TAFISA (The Association for International Sports for All) sebagai payung organisasi internasionalnya, yang membawa misi mengembangkan olahraga untuk semua kalangan masyarakat.
Di usianya yang sudah lebih dari 74 tahun, Endang E. Drajat masih terus bersemangat dalam menciptakan daya kreasinya.
Ia masih aktif dalam berbagai festival layang-layang; dan masih terus berkontribusi dalam kehidupan budaya Indonesia, juga dunia.
Kini, karya layang-layangnya telah tersebar ke banyak negara.
Dalam karyanya, Endang E. Drajat tak hanya sekadar bermain layang-layang, tapi ia terlibat dalam banyak festival layang-layang di Asia, Afrika, dan Eropa.
Sejak itu, ia mulai mengumpulkan berbagai jenis layang-layang, yang asli Indonesia, maupun dari berbagai negara di dunia.
Dari layang-layang tradisional terbuat dari rangkaian daun umbi hutan dengan benang dari serat nanas, sampai layang-layang modern yang terbuat dari polyester dengan rangka fiber.
Layang-layang karya Endang E. Drajat itu juga memiliki berbagai bentuk. Ada yang berbentuk datar segiempat, sampai yang berupa naga ataupun miniatur rumah dan pendopo.
Puncaknya, pada 21 Maret 2003, ia mendirikan Museum Layang-layang Indonesia, di kawasan Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan.
Museum layang-layang ini dikelola, sejatinya tak hanya sekedar mengumpulkan dan memajang barang-barang unik, aneh, estetik, ataupun bersejarah.
Tapi, juga sebagai lembaga lintas waktu, dalam menjadi jembatan budaya antara masa lalu, masa kini – dan masa depan.
Masa lalu ada pada koleksi museum, masa kini terdapat pada program publik di museum. Sedangkan masa depan terbentang di hadapan kita semua.
Benda yang ada di museum, tidak hanya dipajang untuk dinikmati saat ini, tetapi koleksi itu harus dirawat untuk diwariskan ke generasi mendatang, ratusan tahun dari sekarang.**