CultureStory

Kembangkan Kreativitas Museum Jadi Destinasi Edukasi yang Menyenangkan, Karina Mintahir: Dengarkan Masyarakat

puanpertiwi.com – Museum merupakan salah satu tempat yang melayani kebutuhan publik untuk memamerkan beragam koleksi benda-benda bersejarah yang memberikan pengetahuan tentang benda-benda bernilai budaya atau ilmiah.

Pada umumnya museum menjadi tempat untuk menyimpan, mengkaji, dan menyampaikan informasi tentang sejarah kebudayaan kita di kalangan akademis, dokumentasi kekhasan masyarakat tertentu, ataupun dokumentasi dan pemikiran imajinatif pada masa depan.

Namun, fenomena new museology (nouvelles museologie) mulai merebak di dunia permuseuman sejak 50 tahun lalu.

Awalnya di Inggris dan Perancis, kemudian sejak dekade 1990an mulai meluas ke Indonesia.

Era ini menandai munculnya pemahaman baru tentang museum, bukan lagi sekadar tempat pelestarian koleksi, tetapi menjadi ruang budaya tempat masyarakat menyampaikan ekspresi seni, membangun identitas budaya, ataupun menjalankan kegiatan sosial.

Fungsi Museum ini juga semakin kuat pula hubungannya dengan pendidikan, yang merupakan lembaga pendidikan informal.

Namun, pendidikan seperti apa yang dapat dijalankan di museum? Salah satunya mungkin adalah pengembangan kreativitas.

Pengembangan kreativitas (creative/creativity development) seringkali dimaknai sebagai rangkaian program atau kegiatan edukasi berbasis olah-rasa, yang ditujukan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kapasitas kreatif anak-anak.

Lazimnya berupa aneka kegiatan seni, misal: musik, sastra, tari, lukis, dan lain-lain, atau juga kegiatan kriya, seperti membuat layang-layang, kertas lipat, tembikar, dan sebagainya.

Dalam perkembangannya kemudian, program pengembangan kreativitas banyak juga yang ditujukan untuk kalangan dewasa, bahkan lansia.

Dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara, yang diterapkan di Taman Siswa, pendidikan olah-rasa menjadi bagian penting dan integral dalam kurikulumnya, bukan sekadar pelajaran ekstra kurikuler pilihan.

Namun pendekatan kuat pada rasionalitas-yang menjadi ciri modernitas-acapkali mengabaikan olah-rasa.

Demikian pula yang terjadi pada sistem pendidikan kita.

Ketika kejenuhan pada modernitas menguat, kebutuhan akan pendidikan olah-rasa-berarti creative development-semakin mengemuka.

Muncullah banyak lembaga pendidikan ataupun komunitas yang secara khusus menjalankan program creative development. Terjadi pula pada banyak museum.

Museum, yang secara substansial berfungsi menyimpan, mengkaji, dan menyampaikan informasi tentang sejarah kebudayaan kita, memang sesuai untuk kegiatan creative development.

Sejarah panjang kebudayaan Indonesia menampilkan kekayaan dan kekuatan kreativitas bangsa kepulauan ini.

Namun, seperti juga di kebudayaan lain-kreativitas tetap perlu terus dijaga, dirawat, dan dikembangkan. Bukan sekadar dikagumi.

Sebagai lembaga lintas waktu, museum mejadi jembatan budaya antara masa lalu masa kini – dan masa depan.

Masa lalu ada pada koleksi museum, masa kini terdapat pada program publik di museum. Sedangkan masa depan terbentang di hadapan kita semua.

Mendukung program edukasi kreatif ini, Museum Layang-layang Indonesia bekerja-sama dengan Musea Indonesia: education & creative development mengadakan diskusi terbuka.

Bertajuk Bincang Musea: Creative Development di Museum, kegiatan ini didukung oleh Yayasan Toeti Heraty Rooseno dan Toeti Heraty Museum, dan dihadiri sejumlah pembicara.

Dipandu oleh moderator Punto A. Sidarto (Musea Indonesia), acara ini dihadiri para pembicara, antara lain Hilmar Farid, Ph.D. sebagai Dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Dolorosa Sinaga sebagai Pematung dan Seniman, Yiyok T Herlambang, S.E., M.M. Ketua AMIDA Jakarta sekaligus Direktur LSPI, dan juga Karina Mintahir, S.Hum. Museum Ecosystem Enabler.

Foto: Sejumlah pembicara acara Bincang Musea: Creative Development di Museum.

Inda Citraninda Noerhadi selaku Direktur Cemara 6 Galeri-Toeti Heraty Museum mengungkapan beberapa kendala terkait fenomena new museology.

Foto: Inda Citraninda Noerhadi selaku Direktur Cemara 6 Galeri-Toeti Heraty Museum.

“Sekarang banyak pengunjung museum tapi secara substansi memang tidak mendalam. Jadi, perlu digalakkan suatu gerakan untuk anak muda, supaya jangan hanya berkunjung untuk foto Selfi,” kata Inda Citraninda Noerhadi selaku Direktur Cemara 6 Galeri-Toeti Heraty Museum, dalam acara Bincang Musea: Creative Development di Museum, Selasa, 17 Desember 2024, di Jakarta.

“Meski ada sisi positifnya dalam mensosialisasikan museum, tapi generasi muda itu jadi tidak bisa memahami secara mendalam tentang edukasi dari koleksi museum yang ada,” lanjutnya.

Menanggapi fenomena baru museum ini, Hilmar Farid, Dosen IKJ mengatakan, museum harus mengikuti perkembangan zaman, dengan menguatkan narasi dari koleksi museum itu sendiri.

“Pertama museum bukan pusat kegiatan kreatif saja tapi narasi tentang koleksinya, dan itu aset yang paling besar. Ada museum yang koleksinya terbatas tapi narasinya kuat, sehingga ia bisa menjadi aset yang luar biasa,” kata Hilmar.

Hilmar juga menambahkan, museum akan bisa memperkuat misinya, jika sudah mampu mengkalkulasi tujuan dari narasi koleksi yang ada.

“Kalau kita sudah bisa mengkalkulasi tujuan akan lebih mudah untuk memperkuat misinya. Misi dari museum di abad 21 ini mungkin lebih kuat untuk institusi publik, salah satunya ada di edukasinya. Bisa dengan cara konvensional dan kreatif,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, pematung dan seniman Dolorosa Sinaga mengatakan, pengembangan kreativitas museum ini juga merupakan salah satu tugas negara.

“Kalau saya seharusnya yang harus dirubah itu negara, kenapa? Kita menyadari bahwa akses pengetahuan generasi yang tumbuh terutama itu adalah tanggung jawab negara. Mungkin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah berupaya melahirkan kemajuan kebudayaan tapi mungkin belum 100 persen itu diterima sampai ke bawah, dan di sini kita harus bisa meluruskan bahwa ini adalah tanggung jawab kita bersama,” ujar Dolorosa Sinaga.

Menurutnya, museum merupakan sebagai tempat untuk interaksi dengan masyarakat baik tua dan muda.

“Tapi yang paling penting pada tolak ukur generasi yang tumbuh, pernah gak datang ke museum? Karena di situ mereka akan berinteraksi dengan ekspresi, kreativitas, imajinasi, inovasi dan manage sejarah lainnya,” jelas Dolorosa Sinaga.

Yiyok T. Herlambang, Ketua AMIDA Jakarta ikut berpartisipasi dalam acara ini mengatakan, bahwa museum harus dapat menunjukkan fakta, peran, dan makna koleksinya bagi masyarakat.

“Bagaimana koleksi yang kita punya bisa dikaitkan dengan masa kini dan masa depan? Di sinilah kreativitas berperan,” kata Yiyok.

Yiyok juga menjelaskan, tentang pentingnya konsep edutainment (pendidikan dan hiburan) serta edutourism (pariwisata edukasi) sebagai pendekatan museum dengan masyarakat.

“Kreativitas inilah yang harus dimiliki museum. Jika berhasil diterapkan, museum bukan hanya menjadi tempat edukasi tetapi juga memberikan hiburan yang relevan dan bermakna bagi kehidupan masyarakat,” ungkap Yiyok.

Director Indonesia Young Museum Professional (IYMP) Karina Mintahir juga turut menanggapi tantangan yang dihadapi dalam permasalahan museum saat ini.

Foto: Karina Mintahir, Director Indonesia Young Museum Professional (IYMP).

Karina Mintahir menjelaskan pengembangan museum bergantung pada penguatan brand image dan pelayanan yang baik.

“Saya melihat museum bukan hanya sebagai tempat penyimpanan sejarah, tetapi sebagai ruang multidimensi. Jika brand image-nya kurang bagus atau servisnya tidak memuaskan, orang akan enggan datang kembali,” ucap Karina.

Karina menekankan, setiap museum juga harus bisa memberikan edukasi yang kreatif sesuai yang dibutuhkan masyarakat.

“Masing-masing museum itu memiliki kelebihan sendiri, jadi harus tahu apa yg dibutuhkan masyarakat, apa yang bisa ditampilkan untuk membuat dampaknya ke Indonesia,” ujar Karina.

“Adapun langkahnya, seperti dengan memberikan kajian, dengarkan masyarakat , museum juga mengetahui kelebihan apa yang dimiliki untuk diberikan ke masyarakat, lalu buat suatu program yang bisa berkesinambungan antara masyarakat, Institusi dan juga fasilitator atau edukator museum itu sendiri,” lanjutnya.

Dengan Pengembangan kreativitas ini, Karina berharap Museum Indonesia tidak hanya menjadi destinasi menarik yang tidak hanya dikunjungi sekali, tetapi juga bisa menarik minat masyarakat untuk datang kembali, khususnya untuk generasi muda.

Dilaksanakan di Toeti Heraty Museum – Galeri Cemara 6, pada Selasa, 17 Desember 2024, kegiatan yang dikelola oleh komunitas PAS Rekadaya bersama Musea Indonesia ini berkolaborasi dengan Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Daerah Jakarta Paramita Jaya.

Foto: Koleksi Cemara 6 Galeri-Toeti Heraty Museum.

Acara ini merupakan bagian dari rangkaian program kolaborasi yang dilaksanakan Yayasan Layang-layang Indonesia pada tahun 2024, dalam kerangka program Dukungan Institusional dari Dana Indonesiana, yang dijalankan oleh Kementerian Kebudayaan RI dan LPDP Kementerian Keuangan RI.

Penyelenggaraan program publik dan program kolaborasi diharapkan dapat menjadi salah satu landasan utama untuk keberlanjutan museum.**

Tags : featured

Leave a Response