Jakarta, Puanpertiwi.com- Pandemi covid-19 turut memengaruhi berbagai ranah kehidupan, termasuk dunia fesyen. Seorang desainer bernam Riri Rengganis, membagikan pengalamannya dalam bertahan saat pandemi covid-19 melanda. Ia menceritakan pengalamannya lewat teleconference yang digelar pihak Indonesia Fashion Chamber, pada Senin, 22 Juni, 2020.
Ketika pandemi sudah melanda negara-negara tetangga, sebetulnya di sini Februari dan Maret, brad Riri yang bernama Rengganis sudah menunjukkan penurunan terus dalam omset. April awal adalah puncak terburuk, drop hingga 80%. Produksi dihentikan, stok di toko (3 outlet) sudah banyak dan tidak bisa diambil karena mall serentak tutup.
Maka menurutnya, strategi pertama yang pasti dilakukan kebanyakan orang ketika itu adalah genjot medsos dan blast WA ke seluruh customer database untuk berpromosi, tapi apa yang terjadi? Malah backfire : mereka “curhat” balik karena kondisi mereka pun sedang tidak memungkinkan untuk berbelanja. Maka dari situ ia segera hentikan broadcast ke pelanggan, karena takut terkesan “tidak sensitif” terhadap situasi mereka. Posting foto baju di medsos juga dihentikan. Lalu dari Riri mengubah strateginya.
MENGEVALUASI PRODUK YANG ADA
Apakah produk kedua brand saya masih relevan dengan situasi mendatang?
Indische : Kebaya tidak relevan
Rengganis : relevan (karena bisa dipakai di rumah) tetapi terlalu mahal (rata-rata 1 juta ke atas)
Koleksi kain-kain tradisional titipan dari pengrajin : Batik tulis dan tenun asli sulit dijual karena mahal.
Sebetulnya banyak ide untuk membuat produk yang lebih relevan, seperti membuat daster cantik, baju casual yang lebih simple dan murah, dsb. tetapi itu terlalu lama prosesnya. Maka ia memilih untuk fokus pada 2 hal, yakni membuat menu baru di website yang menjual tekstil tradisional Indonesia, tetapi juga menawarkan jasa jahit dengan konsep tanpa potong. Maka pembelian kain tersebut bisa dianggap sebagai investasi, membantu pengrajin, tapi juga bisa dipakai tanpa merusak nilai kain tersebut. Selain itu ditawarkan juga jasa “jahit tanpa potong” untuk kain dari koleksi pribadi para pelanggan.
“Membuat masker dengan desain yang bisa dipadankan dengan bestsellers koleksi lama supaya bisa ditawarkan ke semua pelanggan loyal. Di awal April belum banyak brand lain yang membuat masker premium, maka saya buru-buru post foto 2 desain masker berbordir dipadukan dengan bajunya. Tanggapannya ternyata bagus, maka seminggu berikutnya (pertengahan April) saya launch lagi 7 desain baru. Di minggu terakhir April, pesanan yang masuk Alhamdulillah menutup kekurangan omset di awal bulan hingga masih bisa menggaji karyawan.” tutur Riri.
AMBIL ALIH PEKERJAAN SALES ADMIN
Menurutnya di saat seperti ini, hubungan personal antara pelanggan dengan desainernya sangatlah penting. Semua pelanggan lama senang sekali ketika tahu bahwa yang menjawab pesannya adalah desainernya langsung, sehingga mereka lebih leluasa bertanya tentang customization dan konsultasi padu padan dari koleksi yang sudah mereka miliki maupun yang ingin mereka beli, dsb. Tetapi di luar dugaan, muncul ratusan pelanggan baru yang ingin membeli maskernya, padahal mereka sebelumnya tidak tahu brand Rengganis. Jadi, ia dengan tekun ajak ‘ngobrol’ semuanya, mengenalkan siapa dirinya, dan bahwa masker ini hanya produk sampingan, yang utama adalah pakaian dan bisa dilihat di website. Ini ia lakukan terus menerus selama 3 minggu sepanjang hari bahkan sampai jam 1 malam.
EKSIS TERUS DI MEDIA SOSIAL, BUKTI KEPADA PELANGGAN BAHWA KITA TETAP BERKARYA
Menurut Riri, sebaiknya hindari posting tentang covid, atau apapun yang bernada negatif. Post tentang dampak yang terjadi secara realistis tapi dengan nada yang menyemangati sesama Usaha Kecil Menengah (UKM). Secara di bawah sadar, para pelanggan menangkap semangat kita dan mereka yang masih punya uang untuk belanja akan ingat dan ingin juga membantu ekonomi UKM.
“Intinya kita hrs tetep eksis di mata konsumen bahwa kita tetap berkarya no matter what,” sambungnya.
Perjuangan Riri dari bulan April membuahkan hasil di bulan Mei. Pesanan masker semakin banyak dan pelanggan senang dilayani oleh dirinya langsung karena boleh PO (pre-order custom (boleh ganti warna, ada 5 ukuran, dan pilihan karet telinga atau tali hijab). Hampir semua kembali untuk repeat order dan menyebar ke teman-temannya.
Hingga saat ini, pesanan masker sudah hampir 2000pcs dengan harga antara Rp. 75.000 hingga Rp. 125.000. Gaji di bulan Mei tercukupi bahkan THR bisa diberikan setengah dulu (sisanya dijanjikan dipenuhi di akhir Juni).
PROGRAM SALE
Pertengahan Mei Riri baru umumkan program discount 25% saja, dan itupun selected items. Pesanan baju mulai masuk lagi dan ternyata koleksi lamanya pun masih laku karena memberi discount 25% itu disambut baik oleh pelanggan yg sudah lama “mengincar” tapi menunggu discount (karena Riri jarang sekali mengadakan discount). Koleksi lama juga diminati para pelanggan baru yang puas dengan masker lalu melirik website. Artinya, belum ada kebutuhan untuk membuat koleksi baru.
Kombinasi dari 4 strategi di atas – menawarkan produk yang relevan saja, komunikasi personal dengan pelanggan, eksis terus di media sosial, dan diskon 25% selected items – ternyata cukup tepat bagi ketahanan bisnis dan brandnya sementara ini. Tetapi semua itu memang terbantu oleh adanya website, karena tanpa itu, tidak mungkin ia mendapat kepercayaan secepat ini dari pelanggan baru.
Di bulan Juni, masker ia sudah dipesan untuk pelanggan baru di Singapore, Korea, Jerman, London, Filipina, juga sebagai corporate gift salah satu bank di Indonesia. Sedangkan pesanan baju datang dari Singapore, Portugal, Korea, Australia. Semua ini merupakan pesanan pribadi jadi jumlahnya sedikit-sedikit, tapi ia mengaku menikmati sekali proses pengenalan brand Rengganis kepada mereka, dan optimis justru pandemi ini membuat orang-orang dari berbagai negara berani membeli dari Indonesia secara online. “Earning their trust” merupakan tantangan dan bagian yang paling seru bagi dirinya.
“Saat ini, secara keseluruhan omset masih sedikit di bawah normal sebelum pandemi. Namun hal positif yang paling dirasakan adalah bertambahnya database pelanggan yang jumlahnya ratusan, dan ini modal saya untuk bergerak dan mengedukasi di saat nanti keadaan ekonomi agak membaik dan siap menerima koleksi baru dari saya.” tambah Riri.
DIGITAL TRANSFORMATION BUKAN SATU-SATUNYA SOLUSI
Istilah ini banyak digaungkan semenjak pandemi. Menurutnya memang betul, tidak ada cara lain untuk bertahan dan mungkin kebetulan ia bisa survive karena dari dulu sudah biasa berjualan secara online. Tetapi bertransformasi ke platform digital saja tidak cukup. Ada hal-hal lain yang mendukung keberhasilan digital transformation yaitu:
Ada koleksi yang bersifat Ready-To-Wear, dan siap stoknya, karena konsumen sekarang mencari yang praktis, model bisnis “made-to-order” semakin ditinggalkan kecuali produk spesifik seperti bridal dan kebaya.
Online dan offline tetap sama-sama penting. Ada saatnya offline tidak jalan seperti di masa pandemi. Tetapi ada juga saatnya online yang terganggu, seperti misalnya di masa pemilu, atau ketika dunia maya dipenuhi oleh berita-berita negatif secara terus menerus sehingga medos “crowded” dan pelanggan malas membuka medsos. Ada pula saat online maupun offline dua-duanya terganggu, seperti waktu awal-awal pandemi, di situlah pesan & email berperan.
Personal touch dari desainer itu yang membedakan brand kita dengan produk online lainnya yang bersifat massal.
Contoh sentuhan personal yang ia lakukan selama ini antara lain :
Konsultasi gratis
Customization – melayani permintaan khusus (custom size, custom color, rubah panjang lengan) tanpa melenceng dari desain koleksi yang ditawarkan
Pengukuran lewat video call.
Teman adalah modal paling utama. Sampai saat ini, sebetulnya yang paling berjasa dalam keberlangsungan bisnisnya adalah support teman-teman dan pelanggan loyal yang tiada henti mempromosikan karya-karyanya. Jadi ini harus dijaga terus dengan banyak storytelling sehingga mereka merasakan passion kita dalam bisnis ini dan dengan begitu, brand kita semakin kuat.
“Sekecil apapun pekerjaannya, lakukan dengan sungguh-sungguh. Termasuk masker, yang terdengar sepele di awal pandemi, sekarang menjadi salah satu penyelamat UKM dan juga sebagai potret sejarah perjuangan dan kreatifitas para pengusaha kecil di segala penjuru dunia.” pungkasnya.