Muhammad Faisal, Remaja Difabel Tunagrahita yang Bersinar di One B Ethnic Fashion Week 2025
puanpertiwi.com – Di tengah gemerlap dunia fashion yang kerap identik dengan kesempurnaan dan glamor, One B Ethnic Fashion Week 2025 hadir membawa pesan yang lebih dalam: bahwa kain bisa menjahit nilai kemanusiaan, dan fashion bisa menjadi bahasa cinta untuk kesetaraan.
Acara yang digagas oleh Anggalang by Omar bersama komunitas desainer dan aktivis wastra ini bukan sekadar peragaan busana.
Ia menjadi ruang inklusif bagi anak-anak, penyintas, dan individu istimewa untuk bersuara tanpa kata, lewat warna, kain, dan langkah yang penuh percaya diri.
“Fashion bukan cuma tentang gaya, tapi tentang nilai dan cerita yang kita bawa di setiap helai kain,” ujar Omar, sang inisiator acara, membuka sambutan dengan nada hangat, Rabu, 22 Oktober 2025 di Jakarta.
Tahun ini, One B Ethnic Fashion Week mengusung tema ‘Equal – Kesamarataan dalam Keberagaman’, dengan satu pesan kuat: setiap anak berharga, setiap anak layak bersinar.
“Tahun ini istimewa karena kami melibatkan peserta difabel sebagai bagian penuh dari acara, bukan sekadar pelengkap. Kami percaya setiap orang berhak mendapat kesempatan yang sama untuk berkarya,” ujar Omar tegas.
Langkah inklusif ini menghadirkan angin segar di dunia fashion Indonesia.
Di atas runway, tampil berdampingan anak-anak difabel, penyintas, hingga mereka yang tak memiliki kewarganegaraan, bukan untuk dikasihani, tapi untuk dirayakan.
“Ketika mereka berdiri di panggung dan tersenyum, itu bukan hanya kemenangan pribadi, tapi kemenangan kemanusiaan,” tambah Omar.
Muhammad Faisal: Difabel Tuna Grahita yang Bersinar Lewat Fashion dan Seni
Salah satu kisah yang paling menginspirasi dari panggung tahun ini datang dari Muhammad Faisal Simatupang, remaja difabel tuna grahita yang menemukan kepercayaan diri melalui musik, seni, dan kini fashion.
“Dari awal saya sudah lihat, anak saya bakatnya ada di musik. Tapi saya coba kasih les melukis, ternyata dia juga bisa. Akhirnya saya coba-coba lagi, dia bisa main drum juga,” ujar Lucia Dwi Yuni, ibunda Faisal dengan bangga.
“Saya ingin memberikan ‘amunisi’ buat dia, karena kita kan nggak bisa selamanya mendampingi. Jadi apa yang nanti dia mau dan bisa, itu yang saya dukung,” lanjutnya.
Tahun ini menjadi momen istimewa bagi Faisal. Untuk pertama kalinya, ia melangkah di runway, sebuah pengalaman yang penuh haru dan keberanian.
“Senang sekali, karena ini di luar bayangan saya. Baru pertama kali tampil di runway, jadi agak deg-degan juga, tapi dia bisa mengikuti arahan dengan baik,” kata sang ibu.
Selain tampil di panggung, Faisal juga aktif menekuni seni rupa dan kriya.
Di kampus tempatnya belajar, ia mendalami batik tulis, batik cap, hingga makramé.
Bahkan salah satu karyanya berjudul ‘Failure to Speak’ pernah terpilih dalam pameran mahasiswa LSBA, menunjukkan bahwa ekspresi bisa hadir dalam bentuk apa pun, bahkan tanpa kata.
Kisah inspiratif Faisal dapat disaksikan melalui video dokumentasi berikut: https://youtu.be/O8YStbXyBME?si=PX-bZwwrtjLXwg0r
One B Ethnic Fashion Week tidak hanya menampilkan keindahan busana, tetapi juga menanamkan nilai-nilai toleransi, keberagaman, dan empati.
Melalui konsep edutainment, anak-anak belajar sopan santun, menghormati perbedaan, dan mengenal lebih dalam warisan wastra Nusantara seperti batik, songket, ulos, tapis, dan lurik.
“Yang pertama, dia bisa lebih percaya diri dan tidak malu menghadapi orang banyak. Yang kedua, dia belajar bahwa teman-temannya di luar sana sangat beragam, dari karakter dan kesehatan mentalnya. Dan yang ketiga, dia jadi tahu ternyata kain Indonesia itu banyak macamnya dan semuanya indah,” tutur ibunda Faisal.
Menariknya, seluruh kegiatan One B Ethnic Fashion Week 2025 berjalan tanpa sponsor besar dan tanpa dukungan pemerintah.
“Sponsornya kami sendiri, dari desainer, oleh desainer, untuk desainer,” tutur Omar bangga.
Semua digerakkan oleh semangat gotong royong dan cinta kemanusiaan.
Menjahit Nilai, Menenun Harapan
Dengan semangat Equal, Empower, Embrace, One B Ethnic Fashion Week 2025 membuktikan bahwa fashion bukan hanya tentang tampilan luar, tapi tentang keberanian untuk menerima dan mencintai diri apa adanya.
Bagi Omar, kemanusiaan adalah mata uang paling berharga di dunia.
Di panggung kecil yang sarat makna ini, Muhammad Faisal dan anak-anak lainnya menunjukkan pada dunia bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk bersinar.
Dari setiap langkah mereka, tersulam pesan besar: bahwa kain, warna, dan seni bisa menjadi bahasa universal untuk cinta, kesetaraan, dan kebanggaan akan budaya Indonesia. ***



Post Comment
You must be logged in to post a comment.