Lewat Jangan Panggil Mama Kafir, Michelle Ziudith Ajak Penonton Menyelami Arti Cinta dan Keimanan
puanpertiwi.com – Aktris Michelle Ziudith kembali menunjukkan kedalaman aktingnya lewat peran yang penuh tantangan dan sarat emosi dalam film terbaru Maxima Pictures berjudul Jangan Panggil Mama Kafir.
Film yang disutradarai oleh Dyan Sunu Prastowo ini akan tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia mulai 16 Oktober 2025, dan menjadi bagian dari perayaan 21 tahun Maxima Pictures di industri perfilman Tanah Air.
Mengangkat tema cinta, perbedaan iman, dan pengorbanan seorang ibu, film Jangan Panggil Mama Kafir ini menghadirkan kisah keluarga yang menghangatkan sekaligus menggetarkan hati penonton.
Cinta Ibu di Tengah Perbedaan Iman
Jangan Panggil Mama Kafir berkisah tentang Maria, seorang perempuan non-Muslim yang menikah dengan Fafat, putra seorang ustadzah.
Meski sempat mendapat penolakan dari banyak pihak, keduanya tetap menikah dan dikaruniai seorang putri bernama Laila.
Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Fafat meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan, meninggalkan pesan agar sang istri membesarkan anak mereka sesuai ajaran Islam.
Sejak saat itu, Maria berjuang keras menepati janji suaminya, mempelajari nilai-nilai Islam, mendidik Laila dengan penuh kasih, dan menghadapi pandangan masyarakat yang kerap memojokkannya.
Peran Maria dimainkan dengan penuh penghayatan oleh Michelle Ziudith, yang mengaku bahwa karakter ini menjadi salah satu perjalanan batin paling mendalam dalam kariernya.
“Buatku, ini adalah bentuk kasih sayang di tahapan yang lain. Cinta seorang ibu tidak mengenal keadaan atau batas, ia merangkul banyak rasa sekaligus,” ungkap Michelle.
Ia juga menambahkan, karakter Maria membawanya kembali pada kenangan pribadi tentang hubungan dengan ibunya.
“Banyak hal yang dilakukan seorang ibu untuk anaknya yang tidak terlihat mata. Ada pengorbanan sunyi yang kadang luput dari perhatian, tapi di sanalah cinta yang sesungguhnya bekerja,” tuturnya.
Selain Michelle Ziudith, film ini juga dibintangi oleh Giorgino Abraham yang berperan sebagai Fafat. Ia menilai Jangan Panggil Mama Kafir bukan sekadar drama keluarga biasa, melainkan karya yang mengajak penonton merenungkan makna cinta dan toleransi.
“Iman itu harus kita miliki dan kita pegang utuh, namun rasa cinta juga harus dilihat dari sisi logika, tidak hanya dengan rasa. Kita harus belajar menghargai keputusan orang lain untuk memeluk agama yang mereka imani,” ujarnya.
Menurutnya, film ini menjadi ruang refleksi bagi penonton untuk memahami bahwa cinta dan toleransi seharusnya saling melengkapi, bukan saling bertentangan.
Dari sisi produksi, Yoen K, produser Maxima Pictures, menegaskan bahwa Jangan Panggil Mama Kafir bukanlah film religi, melainkan film keluarga dengan akar nilai kemanusiaan yang kuat.
“Film ini terinspirasi dari kisah nyata, yang ternyata banyak terjadi di kehidupan masyarakat kita yang majemuk. Film ini tidak mencoba menjadi sebuah film religi, tapi sebuah film keluarga yang menceritakan hubungan ibu dan anak yang penuh toleransi,” jelasnya.
Melalui kisah Maria, Jangan Panggil Mama Kafir ingin menyampaikan pesan universal tentang ketulusan cinta seorang ibu, cinta yang melampaui batas iman dan pandangan sosial.
“Semoga hati penonton terasa hangat setelah menonton film ini, dan mereka teringat pada para ibu yang berjuang sendirian — yang mencintai tanpa syarat, bahkan ketika dunia tidak selalu memahaminya,” tutup Michelle.
Film Jangan Panggil Mama Kafir menjadi ajakan lembut untuk menengok kembali makna cinta, toleransi, dan kemanusiaan di tengah masyarakat yang beragam.
Dan lewat peran Maria, Michelle Ziudith sekali lagi membuktikan bahwa ia bukan hanya aktris yang memerankan karakter, tapi juga menyelaminya dengan hati. ***
Post Comment
You must be logged in to post a comment.