Musik Klasik Satukan Dua Budaya: Trio Saint-Saëns Meriahkan 75 Tahun Diplomasi Prancis–Indonesia
puanpertiwi.com – Dalam rangka memperingati 75 tahun hubungan diplomatik antara Prancis dan Indonesia, Kedutaan Besar Prancis melalui Institut français d’Indonésie (IFI) menghadirkan tur istimewa Trio Saint-Saëns.
Formasi musisi kelas dunia ini terdiri dari Éric Lacrouts (biola), Fabrice Loyal (selo), dan Orlando Bass (piano).
Mereka akan tampil pada 13-20 September 2025 di Jakarta dan Yogyakarta, menghadirkan konser spesial sekaligus lokakarya bersama musisi muda Indonesia.
Tur ini menjadi tindak lanjut dari kunjungan Presiden Emmanuel Macron ke Indonesia pada Mei 2025 lalu, di mana sejumlah MoU ditandatangani untuk memperkuat kerja sama budaya, khususnya di bidang musik dan pendidikan seni.
Konser di Jakarta dan Yogyakarta
Rangkaian acara dimulai pada Sabtu, 13 September, pukul 17.00 di Aula Simfonia Jakarta, salah satu gedung konser paling prestisius di Indonesia.
Didampingi Jakarta Simfonia Orchestra, Trio Saint-Saëns akan membawakan repertoar ikonik Prancis dari Saint-Saëns, Ravel, Fauré, Gounod, hingga Poulenc.
Malam akan ditutup dengan aransemen baru Hymne à l’amour karya Edith Piaf, yang dibuat khusus untuk tur ini.
Puncak tur berlangsung pada 20 September di Yogyakarta, di Laboratorium Seni Institut Seni Indonesia (ISI).
Di sana, Trio akan berkolaborasi dengan Yogyakarta Royal Orchestra, orkestra resmi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Konser ini menggabungkan musik klasik Prancis dengan tradisi Jawa, termasuk integrasi gamelan dan karya lintas budaya seperti Padhang Bulan, Godowsky, dan Sarasate.
“Konser ini adalan kali pertama kami bekerja sama dengan Kedutaan Perancis. Kami tentunya sangat berbangga dapat berkolaborasi dengan musisi-musisi klasik Perancis sebagai salah satu pusat musik klasik dunia,” ujar Kanjeng Pangeran Notonegoro, perwakilan Yogyakarta Royal Orchestra.
“Kebetulan tahun ini momentumnya sangat pas karena memperingati 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia dengan Perancis. Saya berharap kerja sama ini bukan yang terakhir kalinya,” lanjutnya.
Masterclass dan Akademi Musik Masa Depan
Selain konser, digelar pula masterclass di Jakarta dan Yogyakarta bekerja sama dengan Ananda Sukarlan Center (ASC) dan Yogyakarta Royal Orchestra.
Lokakarya ini bagian dari rencana jangka panjang mendirikan akademi musik Prancis–Indonesia, guna memperkuat pendidikan serta pertukaran seni antar kedua negara.
Kerja sama IFI dan ASC sendiri sudah berjalan sejak 2014, saat penandatanganan perjanjian di IFI.
Melalui ASC, lahirlah Ananda Sukarlan Award (ASA) untuk berbagai instrumen dan vokal klasik (Tembang Puitik).
Pemenang utama ASA sejak 2014 mendapat beasiswa summer course di Prancis, di antaranya pianis Anthony Hartono, Joshua Victor, dan Calvin Abdiel Tambunan.
Tahun ini, pemenang utama ASA adalah Michael Anthony Kwok, pianis tunanetra sekaligus penyandang autis, yang dijadwalkan berangkat ke Prancis pada 2026.
Sementara itu, para pemenang lainnya juga mendapat kesempatan masterclass langsung dengan Trio Saint-Saëns selama tur ini: pianis Geraldine Laura Vianne dan Yonggi Fayden Cordias Purba, serta pemain biola Veeshan Nathaniel Tandino dan Andreas.
Ananda Sukarlan selaku Pianis dan Composer menekankan, bahwa perkawinan budaya ini bukan sekadar tambal-sulam, melainkan eksplorasi yang serius, mendalam, dan tetap menghormati keaslian masing-masing tradisi.
“Instrumennya barat, tapi materialnya Indonesia,” ujar Ananda, Selasa, 9 September 2025, di Jakarta.
Ananda juga menambahkan, bahwa musik klasik bukan hanya milik komponis Eropa yang sudah lama tiada.
Menurutnya, musik klasik adalah tradisi yang terus hidup dan bisa ditulis oleh siapa saja, dari latar budaya mana pun.
“Banyak orang di Indonesia masih berpikir musik klasik itu cuma karya komponis barat yang sudah mati. Padahal musik klasik tetap hidup, bisa ditulis dan dikembangkan,” tegasnya.
Ananda mengaku, menggabungkan dua dunia musik jelas bukan perkara instan.
“Perjalanan ini membutuhkan riset bertahun-tahun, setara penelitian disertasi atau tesis doktoral. Jangan asal bikin biar bunyinya nyerempet-nyerempet. Itu butuh penelitian yang dalam,” papar Ananda.
Dengan keseriusan itulah, ia percaya musik Indonesia bisa tampil sejajar dengan karya-karya besar dunia, tanpa kehilangan jati diri.
“Semoga kerjasama ini mencetak seniman-seniman tangguh dan beridentitas serta memiliki jati diri yang kuat. Kenapa kita mengagumi dan terinspirasi oleh karya seorang seniman? Karena kualitas, tapi juga filosofi, perspektif dan point of view-nya. Al mungkin bisa mengejar kualitas teknik, tapi tidak memiliki semua elemen lainnya,” tuturnya.
Trio Saint-Saëns: Wajah Musik Prancis
Ketiga anggota trio ini mewakili puncak prestasi musik klasik Prancis.
- Éric Lacrouts, concertmaster Opéra national de Paris, dikenal dengan interpretasi repertoar romantik.
- Fabrice Loyal, cellist virtuoso yang pernah tampil bersama Martha Argerich dan Emmanuel Pahud, juga aktif sebagai pengajar.
- Orlando Bass, pianis sekaligus komposer pemenang Kompetisi Piano Messiaen, kini mengajar harmoni di Conservatoire de Paris.
Dari Rameau hingga Boulez, melalui Chopin, Fauré, Ravel, Bizet, hingga Debussy, yang bahkan terinspirasi gamelan Indonesia pada abad ke-19, Prancis selalu berada di garis depan perkembangan musik klasik dunia.
Hingga kini, konservatori bergengsi seperti Conservatoire de Paris dan École Normale de Musique, ditambah orkestra-orkestra nasional serta dukungan pemerintah, memastikan vitalitas tradisi musik klasik tetap hidup.
Tur ini juga melanjutkan rangkaian kolaborasi budaya Prancis–Indonesia, setelah suksesnya tur jazz Prancis di Jazz Gunung Bromo dan Ubud Village Jazz Festival Agustus lalu.
Lewat Trio Saint-Saëns, semangat dialog artistik dan kerja sama dua bangsa kembali diperkuat, menandai perjalanan 75 tahun diplomasi yang dirayakan melalui bahasa universal: musik. ***
Post Comment
You must be logged in to post a comment.