Anggota Parlemen Partai Buruh Desak Pemindahan Patung Clive dari India di London

puanpertiwi.com – Seorang anggota parlemen senior dari Partai Buruh, Thangam Debbonaire, menyerukan agar patung Robert Clive atau Clive dari India, dipindahkan dari lokasi strategisnya di luar Kementerian Luar Negeri, London.

Debbonaire menilai keberadaan patung itu tidak pantas, terutama bagi tamu-tamu resmi asal India.

“Saya rasa tidak bermanfaat bagi setiap pengunjung Kementerian Luar Negeri, terutama kami yang berasal dari India di diaspora, tetapi juga bagi orang India yang berkunjung, pejabat tinggi India, duta besar, menteri perdagangan, untuk berjalan melewati patung itu. Saya rasa hal itu tidak menampilkan Inggris dalam citra yang baik di abad ke-21,” ujar Debbonaire.

Patung perunggu karya pematung John Tweed ini dibangun pada tahun 1912.

Sosok Clive digambarkan mengenakan pakaian formal, satu tangan bertumpu pada pedang dan tangan lainnya memegang kertas.

Namun menurut Debbonaire, patung tersebut justru menampilkan gambaran yang menyesatkan.

“Patung itu terus mempromosikannya dalam citra kemenangan dan sebagai simbol dari sesuatu yang memiliki kebaikan universal,” tegasnya.

Sejarawan William Dalrymple sendiri menyebut Clive sebagai ‘sosiopat yang tidak stabil’ dan perampok aset yang kejam.

Rumah Clive, Kastil Powis di Wales, hingga kini masih menyimpan ribuan benda hasil jarahan dari India.

Debbonaire menilai, prasasti maupun panel di sekitar patung sama sekali tidak memberi konteks yang jujur tentang dampak kolonialisme Inggris.

“Yang tidak dilakukan patung itu adalah memberikan kejujuran tentang dampak pemerintahan kolonial terhadap India. Masih ada pandangan populer yang dipegang publik di seluruh Inggris tentang kekaisaran yang bermanfaat bagi penerimanya. Itu sama sekali tidak akurat,” ujarnya.

Ia menambahkan, India sebelum penjajahan adalah negara maju dalam perdagangan bebas, yang hancur oleh Perusahaan Hindia Timur.

“Sejak kemerdekaan, India telah berkembang secara ekonomi, ilmiah, teknik, komputasi, artistik, dan sebagainya,” ungkap Debbonaire.

Debbonaire sebelumnya juga dikenal vokal dalam isu patung bersejarah.

Saat patung pedagang budak Edward Colston ditumbangkan oleh aktivis Black Lives Matter di Bristol tahun 2020, ia menyambut baik penempatannya kembali di museum dengan konteks yang lebih jujur.

“Patung itu masih ada tetapi dalam bentuk yang berbeda, yang memberinya konteks. Saya rasa Inggris tidak dirugikan dengan bersikap lebih jujur tentang tokoh-tokoh masa lalu kita. Penyajian Clive saat ini dalam bentuk dan tempatnya saat ini tidak mencapai hal itu,” papar Debbonaire.

Pernyataan soal patung Clive ini disampaikan Debbonaire di Festival Buku Internasional Edinburgh, dalam sebuah sesi yang membahas kebebasan berekspresi.

“Salah satu hal yang sangat penting dalam kebebasan berekspresi adalah pemahaman tentang kekuasaan dan kisah siapa yang boleh diceritakan dan bagaimana, serta kisah siapa yang tidak boleh diceritakan,” pungkasnya. ***

Post Comment