Teater Koma 235: Mencari Semar, Jejak Tradisi di Negeri Futuristik

puanpertiwi.com – Berusia 48 tahun, Teater Koma kembali membuktikan kiprahnya di dunia seni panggung.

Bersama Bakti Budaya Djarum Foundation, mereka mempersembahkan Mencari Semar, sebuah lakon fantasi yang memadukan mitologi Jawa dengan sentuhan futuristik.

Pertemuan antara kearifan tradisi dan imajinasi modern ini melahirkan pengalaman teater yang segar, membawa penonton menelusuri kisah Semar dalam dimensi yang belum pernah terbayangkan.

Digelar pada 13–17 Agustus 2025 di Ciputra Artpreneur, pertunjukan ini dirancang sebagai pengalaman teatrikal yang sepenuhnya imersif, memadukan kekuatan cerita, kemegahan visual, alunan musik, harmoni tarian, hingga kecanggihan teknologi panggung, menyatukannya menjadi dunia yang mengajak penonton larut sepenuhnya.

Billy Gamaliel, Program Manager Bakti Budaya Djarum Foundation menegaskan komitmennya dalam memajukan seni pertunjukan di Tanah Air.

“Kami percaya bahwa seni memiliki kekuatan untuk menyentuh, menginspirasi, dan menjembatani generasi dalam mengenal kekayaan budaya bangsa. Komitmen kami untuk membangun ekosistem seni pertunjukan di Indonesia terwujud melalui berbagai dukungan, salah satunya kepada Teater Koma yang selama puluhan tahun konsisten menghadirkan karya-karya berkualitas yang merefleksikan kehidupan dan kebudayaan bangsa, dan kami bangga menjadi bagian dari perjalanan ini,” ujar Billy.

“Kami berharap seni pertunjukan Indonesia dapat terus tumbuh dan menjadi tuan rumah yang sejati di negeri sendiri,” lanjutnya.

Ditulis dan disutradarai oleh Rangga Riantiarno, Mencari Semar mengisahkan tentang Semar, sang panakawan bijak yang menyimpan pusaka sakti bernama Jimat Kalimasada dalam tubuhnya di masa pensiunnya.

Seiring berjalannya waktu, Kekaisaran Nimacha, sebuah peradaban futuristik yang hidup berdasarkan Perintah Utama menghadapi ancaman kepunahan akibat Perintah yang telah berkali-kali ditulis ulang, lima Agen diutus untuk mencari jalan keluar.

Mereka menemukan catatan sejarah tentang Kalimasada dan meyakini bahwa jimat itu mampu menulis ulang Perintah Utama.

Demi menguasainya, para Agen ditugaskan untuk mencari Semar dan membawanya ke Ruang Putih, ruang ilusi yang dirancang untuk menarik keluar Kalimasada.

Rangga Riantiarno, penulis naskah dan sutradara Mencari Semar mengungkapkan, Mencari Semar adalah naskah panjang pertama yang saya tulis untuk Teater Koma, membayangkan dunia pewayangan tanpa bimbingan Semar yang telah lama pensiun.

Ceritanya terinspirasi dari lakon-lakon wayang Teater Koma sebelumnya, dipadukan dengan kemajuan teknologi yang mendekati kisah fiksi ilmiah yang saya kenal, sehingga menghadirkan pentas wayang yang dibumbui sedikit unsur fiksi ilmiah.

“Selain itu, saya juga terinspirasi dari karya-karya almarhum ayah saya, N. Riantiarno, yang selalu menyertakan lirik lagu dalam naskah, sebuah tradisi yang saya lanjutkan di Mencari Semar,” terang Rangga.

Pementasan yang merupakan produksi Teater Koma ke 235 ini menjadi proyek kolaboratif lintas disiplin yang menghadirkan tata panggung modern serta visual yang kaya akan imajinasi.

Di bawah arahan Deden Bulqini sebagai Skenografer, pementasan Mencari Semar menggabungkan set panggung futuristik, tata cahaya dinamis, elemen multimedia, hingga proyeksi visual interaktif yang memungkinkan suasana berubah drastis seiring pergerakan waktu dan ruang dalam cerita.

Unsur-unsur tersebut dihadirkan bukan hanya sebagai latar, tetapi sebagai bagian dalam menciptakan pengalaman panggung yang imersif dan komunikatif dengan penonton.

Deden Bulqini, Skenografer Mencari Semar menjelaskan konsep panggung yang digarapnya.

“Dalam Mencari Semar, kami mencoba mendekatkan konsep skenografi ke arah pengalaman visual yang responsif. Artinya, set tidak hanya memperkuat suasana, tetapi juga menjadi bagian dari dramaturgi,” kata Deden.

“Dengan bantuan teknologi proyeksi, elemen suara, dan tata cahaya yang dirancang menyatu, kami menghadirkan dimensi waktu yang tidak statis, sejalan dengan cerita tentang Semar yang terjebak dalam putaran waktu. Ini adalah upaya kami untuk membawa penonton tidak hanya melihat, tapi ikut merasa terperangkap dalam dunia Semar,” tambah Deden.

Di saat bersamaan, elemen khas Teater Koma tetap hadir kuat, mulai dari kostum penuh warna, nyanyian jenaka, hingga tarian teatrikal dan humor cerdas yang relevan dengan keadaan saat ini.

Dengan pendekatan visual yang sinematik dan struktur panggung yang fleksibel, pementasan ini diharapkan mampu memberikan pengalaman teater yang segar, relevan, dan memikat lintas generasi.

Lebih lanjut Ratna Riantiarno, produser Teater Koma mengungkapkan, semangat dan konsistensi kelompok teater ini selama hampir setengah abad berkarya.

“Tahun ini Teater Koma berusia 48 tahun, dan sejak 1977 kami berupaya untuk tetap konsisten menghadirkan dua produksi panggung setiap tahun. Konsistensi ini mendapat apresiasi dari penonton setia yang kini hadir lintas tiga hingga empat generasi, sekaligus menjadi penguat semangat kami di tengah berbagai tantangan dan perubahan zaman,” ujar Ratna.

“Momentum ini kami jaga sebagai bagian dari perjalanan menuju ulang tahun ke-50 Teater Koma pada 2027, sekaligus ungkapan terima kasih atas dukungan dan energi penonton yang membuat kami semangat berkarya dan tidak pernah titik, selalu Koma,” pungkasnya.

Pementasan Mencari Semar berlangsung setiap hari mulai 13 hingga 17 Agustus 2025, pukul 19.30 WIB, dengan dua pertunjukan khusus di hari Sabtu (16 Agustus) pada pukul 13.30 dan 19.30, serta Minggu (17 Agustus) pukul 13.30 WIB.

Tiket pertunjukan masih tersedia dan dapat diperoleh melalui situs resmi Teater Koma dan melalui platform pembelian tiket. Harga tiket bervariasi mulai dari Rp100.000 hingga Rp850.000. ***

Post Comment