Shahnaz Haque Bagikan Tips Membangun Komunikasi yang Baik dengan Gen Z yang Disebut Generasi Strawberry
puanpertiwi.com – Generasi Z (Gen Z) adalah sekelompok individu yang lahir antara pertengahan 1990-an dan pertengahan 2000-an. Umumnya, mereka disebut sebagai Generasi Strawberry.
Mengapa demikian? Hal itu disebabkan karena mereka dianggap memiliki karakteristik mirip dengan buah stroberi, yang terlihat cantik dan eksotis, tetapi mudah hancur saat ditekan.
Adapun yang dimaksud generasi stroberi pada Gen Z, lantaran mereka dianggap memiliki banyak gagasan kreatif, tetapi mudah menyerah dan rapuh saat menghadapi tekanan.
Sehingga, banyak kaum Gen Z yang sering merasa lemah dalam menghadapi kompetisi dan mereka mudah menyerah pada suatu tantangan yang menurut mereka sulit, sementara belum dihadapi secara langsung.
Sementara, kekuatan merupakan fondasi penting yang diperlukan Gen Z untuk menghadapi tantangan sehingga dapat berhasil dalam berbagai aspek kehidupan.
Berdasarkan sebuah penelitian, Shahnaz Haque bagikan tips, untuk menghadapi Gen Z, harus bisa bekerja sama dengan dua generasi sebelumnya, yaitu Generasi X.
“Kita harus bisa longkap satu generasi dulu untuk bekerja sama dengan baik. Contohnya, kita mendapatkan kedisiplinan dari orang tua kita, maka kita akan cenderung mendapatkan kehangatan dari kakek nenek kita,” kata Shahnaz Haque, dalam wawancara eksklusif, usai acara konferensi pers TALKINC pada hari Minggu, 24 November 2024, di Jakarta.
“Jadi Tradionalis itu tidak bisa bekerja sama dengan Baby Boomers, tapi Tradisionalis akan hangat dengan Generasi X, karena longkap 1 dulu,” lanjut Shahnaz Haque.
Untuk diketahui, ada beberapa generasi dalam kehidupan yang kita kenal. Di antaranya Generasi Tradisionalis (1922–1945), Generasi Baby Boomers (1946-1964), Generasi X (1965-1980), Generasi Y atau Milenial (1981–1996), Generasi Z (1997–2012), dan Generasi Alpha (2011–sekarang).
Terkait dengan bagaimana cara membangun komunikasi untuk membentuk kepribadian yang baik untuk Gen Z, Shahnaz Haque menjelaskan, kita harus memahami tiga hal dalam diri manusia, yaitu kepala, hati dan tangan.
Shahnaz Haque memaparkan, bahwa kepala itu adalah ilmu pengetahuan yang bisa didapatkan dari sekolah atau buku yang dibaca, dan pengalaman tentang kehidupan kita yang disebut eksplisit dan implisit knowledge.
Sementara hati, merupakan level emosi manusia yang terdiri dari sembilan level emosi. Dimana ada enam negatifnya, dan positifnya hanya tiga.
“Karena itu untuk menjadi orang baik, kita harus berupaya kencang, generasi apapun itu,” kata Shahnaz Haque.
Kemudian, Shahnaz Haque menjelaskan, untuk tangan itu artinya berisi dengan tindakan. Hal ini, dapat diartikan dalam filosofi daun pintu.
“Kalau kita dari luar itu lebih baik dorong, supaya energi nya lebih gampang dan searah dengan kita mau masuk ke dalam. komunikasi dengan mereka itu juga lebih baik kita mendorong diri kita masuk ketiga bagian tersebut (kepala, hati dan tangan),” jelas Shahnaz Haque.
Menurut Shahnaz Haque, jangan pernah bertindak seolah-olah menggurui, karena tidak ada satu orangpun yang senang dimarahi atau diajari, karena cenderung orang itu senang diajak cerita tanpa harus merasa dihakimi.
“Cek isi kepala mereka apa, level emosi dia apa, kalau lagi negatif jangan disikat, nanti tidak ada pembelajaran. Lalu, pada bagian tangan, cobalah dorong diri kita untuk menjelaskan sesuatu sesuai dengan cara dia bertindak karena akan mudah energi nya,” pungkas Shahnaz Haque.**