Jakarta,puanpertiwi.com – Malam puncak Fashion Festival dalam pergelaraan Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF) ke-15 memberikan penghargaan Fashion Icon Awards kepada tiga tokoh mode Indonesia. Selain itu, JFFF Awards juga menampilkan show tunggal Eddy Betty yang mengangkat keindahan batik dan kebaya.
Sebagai pelopor Koreografi yang mengkolaborasikan peragaan busana dengan musik dan tarian berbasis budaya, Guruh Sukarno Putra salah satu nama dari tiga seniman yang berkontibusi besar dalam dunia fashion. Guruh mendapatkan penghargaan sebagai Lifetime Achievement dalam Fashion Icon Awards 2018.
Guruh Sukarno Putra yang mendapatkan penghargaan mengaku koreografi merupakan hobinya. Guruh mengaku dalam hidupnya lebih suka mencipta dan mengarang dalam banyak bidang, seperti lagu, tulisan, tari, ataupun koreografi. Sekarang pun dia menciptakan batik.
“Kalau koreografi ,saya dalam hidup ini lebih suka mencipta dan mengarang banyak bidang , apakah itu mengarang lagu, menulis, mencipta tarian, dan sekarang saya juga mencipta batik. Jadi serba mencipta. Dalam hidup saya, enggak kepengen menjadi penyanyi, penari , atau menjadi peragawan. Di keluarga kami dari kecil udah belajar tari, dan tari udah kaya tradisi. Belajar tari daerah, tari bali, tari jawa, tari sunda, tari sumatera.Belajar gamelan juga. Dan setelah besar saya lebih ingin mencipta. Dari tarian klasik, tradisionanl , saya ingin menciptakan tarian saya sendiri. Akhirnya saya menciptakan tari-tarian,”cerita Guruh saat Presscon , Kamis (26/4), di Hotel Harris, Kelapa Gading Jakarta Utara.
Dia juga menceritakan awal mula terjun menjadi pencipta kereografi peragaan busana saat tahun 1980. Dia melihat peragaan busana di Indonesia sangat kaku dan model tidak memiliki ekspresi. Padahal seharusnya, model bisa tersenyum. Hal ini merupakan ciri dari masyarakat Indonesia.
“Buat saya, itu tidak mencerminkan orang Indonesia. Orang Indonesia itu ramah senyum. Selain itu, model bukan orang yang mati, tapi hidup. Di mana busana yang dikenakan manusia bisa dibawa lari, dibawa anggun. Dengan itu, saya ada ide kenapa tidak dimasukkan sebagai pertunjukan hiburan. Di situ sebagai peragaan busana dan diselingi tarian dan peragaannya dikasih koreografi,” tutur Guruh.
Dalam kesempatan yang sama, Soegianto Nagaria Selaku Chairman JFFF mengungkapkan, Fashion Icon Awards merupakan suatu bentuk apresiasi akan kontribusi para insan yang menjadi motivasi berkreasi lebih baik lagi, bahkan menginspirasi para generasi muda untuk mengikuti jejak prestasi mereka. Hal itu menjadi salah satu pemicu konsistensi JFFF memberikan penghargaan kepada para tokoh mode Indonesia melalui Fashion Icon Award berdasarkan kategori Lifetime Achievement, Fashion Designer, dan Fashion Industry & Support.
“Malam ini JFFF kembali mempersembahkan Fashion Icon Award bagi tiga tokoh mode Tanah Air. Selain memberikan apresiasi, juga dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk berkarya dan semakin memajukan industri fashion Indonesia,” kata Soegianto.
Selanjutnya kategori Fashion Designer, yaitu Eddy Betty sebagai tokoh designer yang mempopulerkan kebaya bustier. Kemudian kategori Fashion Industry & Support, yaitu Ira Duaty sebagai tokoh pengisi suara dalam ajang peragaan busana Indonesia. Ketiga tokoh dipilih melalui pertimbangan dan penilaian sejumlah pakar yang sudah sangat kredibel dalam industri mode Indonesia melalui serangkaian diskusi dari timn yang terdiri dari pemerhati, pelaku mode, dan jurnalis mode yang sangat kredibel.
Dalam acara puncak JFFF , Eddy Betty menampilkan koleksi terbarunya dengan mengolah batik yang didukung kain batik produksi Batik Sido Mukti. Eddy menampilkan karya 10 batik dan 28 kebaya.
Melalui batik, Eddy mampu memanfaatkan ketidaklaziman dalam mengekspresikan gagasannya menjadi signature style Eddy Betty.
“Kali ini judulnya Kinasih. Sebenarnya dari Kinasih Nawang Wulan. Tapi karena Eddy tidak mau mengambil Nawang Wulan sebagai ikon, jadi hanya mengambil kata Kinasih yang berarti kekasih. Kinasih ini bisa Eddy ekspresikan dengan berbagai macam kekasih, kasih kepada Tuhan, kasih kepada negara, kasih kepada pacarnya, kekasihnya ada yang tomboi, ada yang seksi, klasik, ya macam-macam kekasih lah,” kata Eddy.
Di tangan Eddy, batik diolah ulang menjadi sebuah busana masa kini. Eddy berani mengeksplorasi berbagai bahan aktual yang digandrungi di dunia mode internasional dan menggabungkannya dengan batik. Hebatnya, Eddy tidak merusak proses pembatikan itu sendiri.
“Batiknya dari Sido Mukti, jadi bekerja sama. Eddy olah lebih modern tanpa merusak dari proses pembatikannya. Jadi, Eddy campur, ada tulle. Tapi intinya, Eddy bikin lebih modern saja sih supaya anak muda mau memakai batik,” kata Eddy lagi.
Sementara 28 kebaya karyanya dibuat mengikuti zaman dan menjangkau banyak kalangan. Eddy berani mengolah tule embroidery sebagai bahan kebaya. Hal itu melawan kelaziman karena kebaya biasanya menggunakan brokat. “Edy mendesain kebaya di atas bustier dan mengekalkan keanggunan kebaya dengan padanan kain batik tulis halus dari berbagai daerah di pulau Jawa.”
Reporter : Ranov