Health

Jangan Anggap Sepele! Kenali Gejala Kutil Kelamin pada Perempuan, Bisa Menjadi Kanker Serviks

puan pertiwi.com – Genital Warts yang secara awam disebut kutil kelamin, merupakan salah satu jenis infeksi menular seksual (IMS) yang paling umum terjadi.

Penyakit ini, umumnya diakibatkan oleh Human Papilloma Virus (HPV)1

Secara khusus, gangguan penyakit ini memberikan efek tidak hanya sakit fisik, tetapi juga mental penderitanya.

Tapi, tak jarang juga jenis kutil kelamin ini sering dianggap sepele.

Hal itu, karena dalam beberapa kasus tidak menimbulkan gejala yang berarti.

Padahal jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, sekitar 50% dari kasusnya menunjukan Genital Warts mampu bertransformasi menjadi penyakit yang ganas, salah satunya kanker
serviks.

Karena itu, perlu adanya deteksi dini dengan pemeriksaan ke dokter spesialis kulit dan kelamin sebelum Genital Warts bertransformasi menjadi penyakit yang mengancam jiwa.

dr. Anthony Handoko, SpKK, FINSDV, CEO Klinik Pramudia mengatakan dalam Virtual Media Briefing Pramudia: Kupas Tuntas Genital Warts pada Perempuan, Rabu 15 Juni 2022, bahwa Genital Warts dapat mempengaruhi jaringan-jaringan yang lembab di area genital.

Genital Warts bisa terlihat seperti benjolan kecil berwarna daging atau kadang tampak seperti kembang kol.

Pada sebagian kasus, Genital Warts memang tidak langsung menimbulkan keluhan bagi penderitanya dan biasanya jinak. Bahkan dalam banyak kasus, kadang Genital Warts juga terlalu kecil sehingga sulit terlihat

“Jenis HPV ‘berisiko rendah’ dapat menyebabkan Genital,” kata dr. Anthony.

Pada kesempatan yang sama, dr. Amelia Soebyanto, Sp.DV, Spesialis Kulit dan Kelamin (Dermato-venereologi) Klinik Pramudia mengatakan, tanda adanya Genital Warts adalah benjolan halus/kasar berwarna kulit, merah muda, maupun keabuan.

Menurut dr. Amelia, bentuk timbulnya Genital Warts ini seperti kembang kol, yang semakin lama semakin banyak dan membesar dengan cepat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan.

Selain itu, pada beberapa kasus, beberapa gejala yang perlu disadari juga timbulnya gatal atau ketidaknyamanan di area genital dan perdarahan saat berhubungan.

Terkait faktor risiko, dr. Amelia kembali menambahkan, bahwa mereka yang berisiko tinggi untuk mendapatkan Genital Warts adalah mereka yang aktif secara seksual dan memiliki kebiasaan berganti-ganti pasangan seksual tanpa menggunakan pengaman (kondom).

Tak hanya itu, mereka juga memiliki riwayat infeksi menular seksual, serta memiliki gaya hidup yang kurang sehat seperti sering mengonsumsi alkohol dan merokok.

“Penyandang HIV seropositif juga memiliki resiko yang lebih tinggi tertular virus HPV,” kata dr. Amel.

Lebih lanjut, penelitian itu terkait dengan adanya insidensi Genital Warts di seluruh dunia dari tahun 2001-2012.

Dimana, berdasarkan catatan medis pada perempuan adalah 120,5 kasus per 100.000 per tahun, dengan puncak usia  pada perempuan adalah pada usia 24 tahun.

Sementara, di Indonesia sendiri, Kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) yang dilaporkan oleh 12 Rumah Sakit Pendidikan mulai tahun 2007-2011 menunjukkan bahwa angka kejadian Genital Warts ini menduduki peringkat 3 terbesar.

Angka tersebut menunjukkan dengan distribusi terbanyak yang ditemukan pada perempuan (62,5%) usia 25-45 tahun.

“Penularan Genital Warts, selain dari hubungan seksual yang menyebabkan kontak langsung dengan mukosa dari penderitanya, juga bisa ditularkan dari ibu ke bayinya saat melahirkan,” tutur dr. Amel.

Selain itu, dr. Amel juga mengatakan, meskipun jarang terjadi, kontak langsung maupun tidak langsung melalui benda-benda yang terkontaminasi dengan HPV (fomites) juga dapat menularkan ke orang lain.

“Mereka yang sudah terinfeksi dan mengalami Genital Warts juga harus waspada karena
sifatnya kambuhan,” jelas dr. Amel.

Ia menambahkan, kondisi daya tahan tubuh yang sedang lemah menurun (imunosupresi) yang mendasari, infeksi berulang dari kontak seksual, atau lesi yang belum muncul (subklinis).

Hal itu, juga tidak diketahui bisa menyebabkan kekambuhan.

Bahkan, ketika prognosis (prediksi terhadap penyakit, pengobatan yang dijalankan, dll) cukup baik pun kondisi Genital Warts bisa sering berulang.

Sebab itu, sangat disarankan untuk melakukan deteksi dini Genital Warts.

Penegakan diagnosis umumnya dapat melalui pemeriksaan klinis langsung. Beberapa pemeriksaan penunjang di antaranya adalah test asam asetat, pap smear, patologi, pemeriksaan dengan alat pembesaran optik (kolposkop), dan identifikasi genom HPV.

“Namun yang perlu sering dilakukan secara rutin yakni pemeriksaan klinis, tes asam asetat dan pap smear. Diagnosis yang tepat merupakan langkah awal sebelum pemberian terapi,” tutur dr. Amel.
Terkait pengobatan terhadap Genital Warts, sebenarnya masih di seputar mengontrol lesi melalui pengolesan cairan kimia, tindakan elektrokauter (bedah listrik), cryotherapy (bedah beku), laser, serta bedah eksisi.

Pertimbangan pemberian terapi ini, jelasnya, disesuaikan dengan luas dan derajat keparahan penyakit, lokasi, komplikasi terkait terapi, preferensi pasien, ketersediaan terapi, dan juga kondisi penyerta (komorbiditas).

“Sampai saat ini memang masih belum ada obat spesifik yang dapat mencegah penambahan jumlah (replikasi) virus sehingga pengobatan masih bertujuan untuk menghilangkan gejala klinis saja dan tidak dapat menghilangkan (mengeradikasi) virus,” kata dr. Amel.

Inilah alasan yang menyebabkan masih sering terjadi kekambuhan.

Hal ini tentu memberikan masalah psikologis dan juga finansial bagi pasien.

“Maka dari itu, salah satu langkah yang bisa dilakukan oleh masyarakat khususnya perempuan adalah mencegahnya dengan vaksin HPV yang dapat diberikan setelah Genital Warts bersih melalui terapi pengobatan, ataupun bagi mereka yang belum pernah tertular virus namun di usia produktif,” tutup dr. Amelia.*

Penulis: Dwi Kartika Sari
 

Tags : featured

Leave a Response