Kisah Anak Muda dan Perempuan Menjadi Peternak Sapi Sukses di Indonesia

puanpertiwi.com – Di balik segelas susu yang dinikmati setiap hari, tersimpan cerita panjang tentang ketekunan, keberanian, dan mimpi yang tumbuh di kandang-kandang sapi perah di Jawa Timur. Di sana, generasi muda dan perempuan peternak membuktikan bahwa beternak bukan sekadar pekerjaan turun-temurun, melainkan jalan masa depan yang menjanjikan.

Salah satunya adalah Helmi, peternak muda berusia 26 tahun asal Ngantang. Saat masih menempuh kuliah Ilmu Politik di Universitas Brawijaya, Helmi memilih menapaki dunia peternakan yang telah lama digeluti keluarganya.

Keputusan itu diambil bukan karena paksaan tradisi, melainkan keyakinan setelah melihat bagaimana kemitraan orang tuanya mampu menjaga stabilitas ekonomi keluarga. Dengan dua ekor sapi, Helmi membagi waktunya antara ruang kuliah dan kandang—sebuah proses belajar kehidupan yang menempa mental dan tanggung jawabnya.

Ujian terberat datang saat wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) melanda. Kehilangan satu ekor sapi dan anjloknya produksi susu hampir membuatnya menyerah. Namun pendampingan intensif membantunya bangkit, belajar manajemen nutrisi dan praktik beternak yang lebih baik.

Kini, Helmi bangga karena susu dari kandangnya ikut memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Baginya, beternak adalah pilihan masa depan yang layak bagi generasi muda—pekerjaan yang mungkin sederhana, tetapi berdampak luas.

Semangat serupa juga datang dari Yuni Purwanti, peternak perempuan berusia 42 tahun asal Ngantang. Memulai usaha beternak sejak 2002 dengan dua ekor sapi, Yuni menjadikan peternakan sebagai penopang ekonomi keluarga. Perjalanannya tidak selalu mulus, terlebih saat wabah PMK menguras tenaga dan mental. Hari-harinya habis untuk merawat sapi dari pagi hingga malam.

Titik balik datang ketika berbagai pendampingan dan pembaruan sistem kandang mulai diterapkan. Perlahan, produktivitas meningkat dan kesehatan ternak membaik. Kini, dengan 10 ekor sapi, Yuni mampu menghasilkan volume susu yang setara dengan peternak lain yang memiliki jumlah sapi dua kali lipat.

Ia menemukan makna mendalam dari pekerjaannya—susu hasil jerih payahnya dikonsumsi masyarakat luas, termasuk anak-anak. Kepada sesama perempuan, Yuni berpesan untuk tetap tangguh dan percaya diri di dunia peternakan.

Cerita ketangguhan juga terpancar dari Siyanah, ibu rumah tangga berusia 55 tahun yang memulai beternak sejak 1997 hanya dengan satu ekor sapi. Tanpa lahan, pengetahuan, maupun dukungan di awal, ia merumput sendiri sambil mengurus tiga anaknya. Wabah PMK sempat memukul keras usahanya, namun ia tidak berhenti belajar. Perlahan, pemahaman tentang nutrisi dan kesehatan ternak membuahkan hasil.

Dari satu ekor sapi, kini Siyanah memiliki puluhan sapi perah dan sapi dara. Lebih dari itu, ia berhasil menularkan semangat beternak kepada anak-anaknya, yang kini terlibat sebagai peternak muda. Baginya, beternak bukan hanya sumber penghidupan, tetapi juga kebanggaan keluarga—hasil kerja keras yang memberi manfaat bagi banyak orang.

Sementara itu, Zuliyanti, 24 tahun, menemukan kecintaannya pada peternakan saat pandemi memindahkan perkuliahan ke ruang daring. Mahasiswi Ilmu Akuntansi asal Tulungagung ini membantu usaha keluarga yang semula hanya memiliki dua ekor sapi. Dari rutinitas sederhana di kandang selama beberapa jam sehari, tumbuh rasa memiliki dan keyakinan akan masa depan peternakan.

Tantangan seperti musim kemarau dan wabah PMK tidak menyurutkan langkahnya. Berbagai pembaruan sistem kandang dan peralatan membawa perubahan besar—dari sistem ikat ke kandang umbaran yang lebih modern dan ramah ternak. Kini, usaha keluarganya berkembang hingga puluhan ekor sapi, membuka peluang tabungan dan masa depan yang lebih baik. Bagi Zuliyanti, beternak adalah bisnis keluarga yang prospektif. “Mungkin kotor di tangan, tapi jadi emas di masa depan,” ujarnya.

Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa di balik dunia peternakan, ada harapan yang terus tumbuh. Anak muda dan perempuan peternak tidak hanya menjaga keberlanjutan pangan, tetapi juga membangun masa depan—dari kandang, untuk Indonesia. ***

Post Comment