“Avatar: Fire and Ash” Kembali Ajak Penonton Menyelami Sisi Emosional dan Gelap Pandora
puanpertiwi.com – Setelah lebih dari satu dekade membangun dunia Pandora, sutradara legendaris James Cameron kembali mengajak penonton menyelami petualangan baru lewat film terbarunya, Avatar: Fire and Ash, yang resmi tayang di bioskop mulai Desember ini. Film ini melanjutkan kesuksesan waralaba Avatar yang sejak 2009 telah mencatatkan sejarah sebagai salah satu saga film paling berpengaruh dan laris sepanjang masa.
Kesuksesan Avatar (2009) dengan pendapatan lebih dari US$2,9 miliar, serta Avatar: The Way of Water (2022) yang meraih US$2,3 miliar dan memenangkan Oscar® untuk kategori Best Achievement in Visual Effects, menjadi fondasi kuat bagi kelanjutan kisah keluarga Sully. Dalam Avatar: Fire and Ash, James Cameron menyebut film ini sebagai bagian paling megah sekaligus emosional dalam saga Avatar, dengan konflik yang semakin kompleks dan eksplorasi Pandora yang kian luas.
Kisah Avatar: Fire and Ash berlatar beberapa minggu setelah peristiwa dalam The Way of Water. Keluarga Sully masih tinggal bersama klan Metkayina, berusaha melanjutkan hidup di tengah duka mendalam atas kehilangan Neteyam. Jake, Neytiri, Lo’ak, Kiri, Tuk, dan Spider menghadapi kehilangan tersebut dengan cara yang berbeda-beda. Ketegangan emosional semakin terasa ketika keberadaan Spider mulai dianggap dapat membahayakan keselamatan mereka.
Petualangan keluarga Sully memasuki babak baru saat mereka bertemu klan Tlalim, para Wind Traders yang dikenal sebagai petualang langit. Keputusan untuk membawa Spider kembali ke High Camp justru membawa mereka pada konflik yang lebih besar. Perjalanan tersebut terhenti ketika mereka diserang klan Mangkwan atau Ash People, kelompok Na’vi yang kehidupannya berubah drastis akibat letusan gunung berapi yang menghancurkan rumah mereka. Dipimpin Varang, Ash People menyimpan amarah mendalam dan menyalahkan Eywa atas penderitaan yang mereka alami.
Di tengah konflik antarklan, ancaman dari manusia kembali membayangi. RDA (Resources Development Administration) mulai merancang serangan lanjutan, membuka kembali luka lama bagi keluarga Sully. James Cameron mengungkapkan bahwa film ini tidak hanya menyajikan perang dan visual spektakuler, tetapi juga menyoroti dinamika keluarga di tengah konflik. “Ini adalah film tentang sebuah keluarga yang mencoba memahami arti berjuang dalam perang, serta bagaimana orang tua belajar memercayai keputusan anak-anak mereka,” ujar Cameron.
Karakter Jake Sully kini ditampilkan lebih protektif setelah kehilangan anaknya. Hal tersebut menciptakan jarak emosional dengan anggota keluarganya sendiri. Sam Worthington, pemeran Jake Sully, menyebut bahwa keputusan Jake untuk kembali ke medan perang menjadi caranya menghadapi rasa kehilangan, sekaligus titik fokus konflik batin yang dieksplorasi lebih dalam di film ini.
Tak hanya menghadirkan kisah sinematik, perilisan Avatar: Fire and Ash juga dirayakan secara spesial di Indonesia. 20th Century Studios Indonesia menghadirkan berbagai pengalaman imersif, mulai dari Gala Premiere Night di Jakarta hingga kolaborasi dengan brand fashion lokal IKAT Indonesia by Didiet Maulana. Kolaborasi ini memadukan teknik tenun ikat khas Indonesia dengan desain yang terinspirasi dari klan Mangkwan, menampilkan perpaduan warna dan makna yang merefleksikan ketenangan, amarah, serta harapan dalam dunia Pandora.
Selain itu, penggemar juga dapat mengunjungi instalasi imersif The “Avatar: Fire and Ash” Experience di Senayan City, Jakarta. Instalasi ini menghadirkan pengalaman multisensori yang mengajak pengunjung menjelajahi keindahan alam Pandora hingga sisi misterius Ash Village melalui visual, suara, aroma, dan sentuhan.
Dengan kisah yang semakin emosional, konflik yang lebih dalam, serta eksplorasi budaya dan visual yang kaya, Avatar: Fire and Ash menjadi kelanjutan saga yang tak hanya memanjakan mata, tetapi juga menyentuh sisi kemanusiaan. Film ini dapat disaksikan mulai 17 Desember 2025 di bioskop-bioskop Indonesia. ***



Post Comment
You must be logged in to post a comment.