75 Tahun Harmoni Indonesia–Prancis, Dirayakan Lewat Seni dan Budaya
puanpertiwi.com – Dalam rangka memperingati 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Prancis, Kedutaan Besar Prancis di Indonesia, Institut français d’Indonésie (IFI) menggelar rangkaian acara budaya yang istimewa.
Dimulai dengan peluncuran buku ‘Indonésie, lumières inouïes’ (Indonesia, Cahaya yang Mempesona), perayaan ini turut menghadirkan pameran seni dan pertunjukan tari ‘The Impossible Shadow’ yang menyoroti kisah Ratna Mohini, sosok penari Jawa yang menjadi inspirasi fotografer legendaris Henri Cartier-Bresson.
Acara berlangsung di IFI Jakarta, Thamrin, pada 16 Oktober 2025 pukul 17.00 WIB, menghadirkan harmoni antara sastra, seni rupa, dan pertunjukan yang memperkuat ikatan dua bangsa yang telah terjalin lebih dari satu abad.
Buku ‘Indonésie, lumières inouïes’ (Indonesia, Cahaya yang Mempesona)
Karya ini ditulis oleh novelis Prancis Alexis Salatko, dan diterbitkan oleh penerbit Denoël dalam format dwibahasa, Bahasa Prancis dan Bahasa Indonesia.
Melalui buku berjudul lengkap ‘Indonésie, lumières inouïes -150 années d’échanges franco-indonésiens’ (Indonesia, Cahaya yang Mempesona -150 Tahun Hubungan Prancis–Indonesia), Salatko menelusuri lebih dari 150 tahun hubungan budaya dan ilmiah antara kedua negara, bahkan sebelum hubungan diplomatik resmi dimulai.
Buku ini menghadirkan 11 potret tokoh Prancis yang memiliki kedekatan mendalam dengan Indonesia, diilustrasikan dengan indah oleh Aline Zalko, seniman visual dengan gaya yang cerah dan puitis.
Para tokoh tersebut antara lain:
- Arthur Rimbaud, penyair legendaris yang sempat tinggal di Pulau Jawa (1876)
- Claude Debussy, komposer yang terinspirasi oleh gamelan setelah Pameran Dunia Paris 1889
- Antonin Artaud, penulis dan aktor yang terpesona oleh teater Bali (1931)
- Henri Michaux, penyair dan pelukis yang menulis ‘Un Barbare en Asie’ setelah perjalanannya ke Indonesia
- Henri Cartier-Bresson, fotografer besar yang menikah dengan penari Jawa Ratna Mohini dan mendukung gerakan dekolonisasi, mengabadikan momen Indonesia merdeka
- Roger Vailland, penulis dan jurnalis yang terinspirasi dari perjalanannya ke Indonesia melalui buku ‘Boroboudour, voyage à Bali, Java et autres îles’
- Louis-Charles Damais, ahli epigrafi yang mendirikan Ecole française d’Extrême-Orient (EFEO) di Jakarta tahun 1952
- Jacques-Yves Cousteau, penjelajah laut yang meneliti ekosistem bawah laut Indonesia pada akhir 1980-an
- Haroun Tazieff, vulkanolog yang merekam letusan Anak Krakatau, Sumbing, dan Merapi pada 1950-an
Semua potret ini menjadi bukti kedekatan emosional dan intelektual antara Prancis dan Indonesia, hubungan yang tidak terhalang jarak, dan kini dapat dinikmati publik melalui koleksi buku yang tersedia di seluruh mediatek IFI di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.
Pameran ‘Indonésie, lumières inouïes’ (Indonesia, Cahaya yang Mempesona)
Peluncuran buku ini turut diiringi pameran visual yang menampilkan potret sebelas tokoh tersebut di dinding luar Kedutaan Besar Prancis – Institut français d’Indonésie (Jalan Sunda dan Jalan Thamrin).
Kutipan dari karya Alexis Salatko berpadu dengan ilustrasi Aline Zalko, menciptakan dialog visual yang hidup dan puitis.
Dengan cara ini, pengunjung dapat menyelami 150 tahun kisah pertukaran antara Prancis dan Indonesia, sebuah perjalanan panjang yang dirangkai dalam warna, kata, dan cahaya.
Kutipan dari buku Alexis Salatko berinteraksi dengan ilustrasi karya Aline Zalko, seorang seniman Prancis yang gaya cerah dan puitisnya menghidupkan kutipan tersebut.
Masyarakat pun dapat menjelajahi semua kisah yang telah menghubungkan kedua negara selama lebih dari 150 tahun.
Pertunjukan Tari ‘The Impossible Shadow: a rhythm of dance and dialogue with Ratna Mohini’.
Sebagai penutup, malam peluncuran diisi dengan pertunjukan tari tunggal oleh penari Indonesia, Asmara Abigail, di auditorium IFI Thamrin.
Karya bertajuk ‘The Impossible Shadow: a rhythm of dance and dialogue with Ratna Mohini’ ini merupakan monolog koreografi yang menggabungkan tari Jawa dan seni visual, mengeksplorasi tema identitas, migrasi, dan memori budaya.
Pertunjukan ini menjadi penghormatan untuk Ratna Mohini, muse atau sumber inspirasi kreatif bagi Henri Cartier-Bresson — yang juga muncul dalam buku dan pameran ‘Indonésie, lumières inouïes’.
Sebagian segmen pertunjukan didedikasikan untuk pembacaan yang dikoreografikan dari puisinya ‘Nos Ombres en Fête – Our Festive Shadows’, seolah Ratna kembali menari di panggung Montparnasse, tempat ia dahulu mengekspresikan jiwanya.
“Melalui karya ini, penari mewakili transmisi simbolis antara mediator budaya masa lalu dan masa kini, melanjutkan dialog antara seniman Prancis dan Indonesia, dari Alexis Salatko dan Aline Zalko hingga Asmara Abigail dan generasinya, yang ditonjolkan dalam seri video ‘Nouvelle Vague Indonesia : Antara Prancis dan Indonesia’ disutradarai oleh Dani Huda,” ujar Ratna.
Acara ini menjadi simbol dari persahabatan yang hidup antara Prancis dan Indonesia, yang terus berkembang dalam seni, sastra, dan dialog lintas generasi.
Sebuah perayaan yang bukan hanya mengenang masa lalu, tetapi juga menyalakan kembali cahaya yang mempesona dari hubungan dua budaya besar dunia. ***
Post Comment
You must be logged in to post a comment.