Hadapi Krisis Iklim, BMKG Siapkan Nelayan Cilacap dengan Teknologi Cuaca Digital

puanpertiwi.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali menghadirkan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, pada Minggu, 24 Agustus 2025.

Program ini dirancang khusus untuk membekali para nelayan dengan pemahaman dan keterampilan membaca informasi cuaca maritim, sehingga mereka dapat meningkatkan keselamatan sekaligus hasil tangkapan.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menegaskan pentingnya peran nelayan sebagai bagian dari jati diri bangsa yang harus terlindungi dari dampak perubahan iklim.

Menurutnya, krisis iklim global telah menyebabkan suhu bumi semakin panas, yang berimplikasi pada makin seringnya terjadi cuaca ekstrem, gelombang tinggi, hingga badai tropis yang membahayakan nelayan.

“Nelayan adalah hakikat jati diri bangsa. Namun kini mereka menghadapi tantangan besar akibat krisis iklim. Cuaca ekstrem, gelombang tinggi, dan badai tropis semakin sering terjadi. Karena itu, pengetahuan cuaca menjadi benteng pertama keselamatan nelayan,” tegas Dwikorita.

Dwikorita menjelaskan, BMKG sedang memproses pemasangan radar cuaca baru di Cilacap sebagai upaya deteksi dini badai tropis. Selain itu, BMKG juga memperkenalkan aplikasi digital INA-WIS, yang dapat memberikan informasi prakiraan cuaca, tinggi gelombang, hingga potensi keberadaan ikan hingga 10 hari ke depan.

“Dengan aplikasi ini, nelayan bisa tahu kapan hari yang aman untuk melaut, serta langsung menuju titik kumpulan ikan. Jadi lebih hemat waktu, hemat biaya, dan yang terpenting aman,” tambahnya.

Sementara itu, Anggota Komisi V DPR RI, Novita Wijayanti, yang turut hadir dan mendukung penuh pelaksanaan SLCN ini, menegaskan bahwa Cilacap selalu mendapat perhatian khusus dari BMKG karena jumlah nelayannya yang mencapai lebih dari 17 ribu orang.

“Setiap tahun BMKG tidak pernah absen mengadakan pelatihan di Cilacap. Ini istimewa, karena dari banyaknya daerah pesisir di Indonesia, Cilacap selalu menjadi prioritas. Ini bukti perhatian negara kepada nelayan kita,” ujar Novita.

Novita menekankan bahwa nelayan Cilacap menghadapi tantangan besar, mulai dari ombak tinggi, cuaca ekstrem, hingga sulitnya menemukan titik tangkapan ikan yang tepat.

Oleh karena itu, pelatihan dan edukasi berbasis teknologi menjadi solusi penting.

“Dengan teknologi, nelayan tidak perlu lagi mengandalkan ramalan tradisional. Cukup dengan aplikasi, mereka bisa tahu kondisi cuaca dan lokasi ikan. Hasilnya, lebih selamat, lebih hemat biaya, dan lebih cepat mendapat hasil,” jelasnya.

Novita juga mendorong peserta SLCN untuk serius mengikuti pelatihan dan menjadi agen pengetahuan bagi nelayan lainnya.

“Saya berharap peserta tidak hanya menyerap ilmu, tetapi juga menularkan kepada rekan-rekan nelayan lain. Dengan begitu, manfaat SLCN ini bisa dirasakan lebih luas, karena tidak mungkin kita melatih 17 ribu nelayan sekaligus,” ujarnya.

SLCN di Cilacap melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, DPRD, Pertamina RU IV Cilacap, Basarnas, BPBD, hingga Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia.

Sinergi ini diharapkan memperkuat upaya mitigasi bencana sekaligus meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Menurutnya, keselamatan nelayan bukan hanya soal keberanian menghadapi laut, tetapi juga soal kecerdasan membaca tanda-tanda alam yang kini bisa dipelajari dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan memanfaatkan informasi dari BMKG, para nelayan dapat menavigasi laut dengan lebih bijak, merencanakan aktivitas melaut dengan aman, sekaligus menjaga keberlanjutan mata pencaharian mereka. ***

 

Post Comment