BMKG dan BNPB Gelar Operasi Modifikasi Cuaca di Riau, Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan Akhir Agustus

puanpertiwi.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan adanya potensi meningkatnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau pada akhir Agustus 2025.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, BMKG bersama BNPB, dengan dukungan TNI dan pemerintah daerah, kembali menggelar Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) yang berlangsung sejak 24 hingga 31 Agustus 2025.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menegaskan bahwa langkah cepat ini sangat penting, mengingat sebagian besar wilayah Riau pada 26–28 Agustus diprediksi berada dalam kategori bahaya tinggi hingga sangat tinggi.

“OMC menjadi salah satu instrumen paling efektif dalam mencegah karhutla semakin meluas. Dengan memanfaatkan potensi awan hujan, kita berupaya menekan risiko kebakaran sekaligus menjaga kebasahan lahan,” ujar Dwikorita di Pekanbaru.

Data BMKG menunjukkan, puncak musim kemarau di Riau sebagian besar sudah terjadi pada Juni–Juli, sementara Indragiri Hilir baru mengalaminya pada Agustus ini.

Pada dasarian III Agustus, sebagian besar wilayah Riau masih mengalami curah hujan rendah, yakni 20–50 mm per dasarian. Namun, intensitas hujan diperkirakan mulai meningkat pada September, dengan curah hujan menengah berkisar 50–75 mm per dasarian.

Meski ada peluang hujan, kondisi cuaca saat ini masih menuntut kewaspadaan.

Analisis dinamika atmosfer menunjukkan gelombang atmosfer Rossby Ekuator tengah aktif di Sumatera bagian utara hingga tengah, ditambah suhu muka laut yang hangat di Selat Malaka dan pesisir barat Sumatera.

Meskipun faktor-faktor ini mampu memicu pembentukan awan hujan, namun tetap perlu diwaspadai kondisi atmosfer yang lebih kering sehingga memudahkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Sementara itu, citra satelit Himawari-9 pada 24 Agustus 2025 pukul 16.00 WIB mendeteksi sebaran asap di Kalimantan Barat yang bergerak ke arah barat laut–utara, sejalan dengan angin dominan dari timur–tenggara.

Pada hari yang sama, terpantau 1.003 titik panas di seluruh Indonesia dengan konsentrasi terbesar di Kalimantan (675 titik).

Untuk Sumatera, termasuk Riau, terdeteksi 38 titik panas dengan tingkat kepercayaan rendah, dan satu titik dengan tingkat kepercayaan tinggi.

Dwikorita menambahkan, OMC terbukti efektif menekan laju kebakaran.

Ia mencontohkan di Riau pada 19 Juli 2025 sempat terdeteksi 173 titik panas dengan tingkat kepercayaan tinggi.

Namun, setelah OMC dilakukan pada 21 Juli, jumlahnya menurun drastis hingga nol titik panas pada 28 Juli.

“Selama pelaksanaan OMC 10–19 Agustus lalu, wilayah rawan karhutla di Riau berhasil dijaga tetap aman dengan catatan zero hotspot. Ini bukti nyata peran teknologi dalam mitigasi bencana,” ungkapnya.

Secara nasional, OMC yang digelar di berbagai provinsi rawan kebakaran sejak Juli hingga Agustus telah menurunkan hujan dengan tingkat keberhasilan 85–100 persen, menyumbang lebih dari 586,1 juta meter kubik air hujan untuk membasahi lahan.

Air ini diharapkan mampu menekan potensi kebakaran sekaligus menjaga kelembaban tanah di titik-titik kritis.

BMKG menekankan pentingnya kewaspadaan masyarakat, khususnya di Riau, agar tidak melakukan aktivitas yang bisa memicu kebakaran seperti pembakaran lahan atau membuang puntung rokok sembarangan.

“Perlu gotong royong semua pihak. OMC bukan satu-satunya solusi. Dukungan masyarakat untuk menjaga lingkungan dari api adalah benteng utama pencegahan karhutla,” tutup Dwikorita.***

 

Post Comment