Komitmen Yayasan Rawinala Memberi Harapan Bagi Anak-Anak Penyandang Tunanetra Ganda untuk Berkembang

puanpertiwi.com – ‘Menjadi cahaya di tengah kegelapan’ adalah ungkapan yang pas untuk menggambarkan komitmen dan dedikasi dari Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala dalam memberi pendidikan dan pendampingan bagi anak-anak dengan kondisi tunanetra ganda.

Bagaimana tidak, sejak lebih dari 50 tahun lalu Yayasan Rawinala telah hadir memberi harapan untuk anak-anak yang menyandang tunanetra ganda, dimana tak hanya memiliki keterbatasan dalam melihat, penyandang tunanetra ganda juga memiliki dua atau lebih keterbatasan.

Meskipun daya tampung maksimal hanya 60 murid,  Yayasan Rawinala terus bertahan ditengah biaya operasional yang makin besar setiap bulannya, dimana saat ini Yayasan Rawinala membutuhkan 4,2 miliar rupiah per-bulan.

Selain biaya pendidikan bagi anak-anak tunanetra ganda membutuhkan fasilitas dan pengajar khusus yang berbeda dengan sekolah pada umumnya, tingginya dana operasional juga dikarenakan Yayasan Rawinala juga memiliki asrama yang menampung anak-anak tunanetra ganda yang tidak memiliki orangtua, atau tidak ada keluarga yang menampung.

“Kami menyadari daya tampung kami masih rendah, yakni maksimal 60 murid. Namun kami juga menampung mereka yang sudah lulus tapi tidak punya orangtua dan keluarga yg menampung. Jadi kami tempatkan mereka di sebuah asrama yang kami sebut rumah perawatan,” ungkap Ketua Yayasan Rawinala, Endang Hoyaranda.

Dengan pendekatan holistik dan berbasis inklusi, Rawinala berkomitmen membuka peluang bagi anak-anak tunanetra ganda agar dapat berkembang secara optimal dan menjalani kehidupan yang lebih mandiri.

Salah satu cara Yayasan Rawinala mengembangkan murid-muridnya adalah dengan memperkenalkan mereka pada musik.

Endang percaya bahwa musik adalah bahasa universal yang dapat dimengerti oleh siapa saja, termasuk para anak-anak dengan kondisi tunanetra ganda sekalipun. Yayasan Rawinala mengenalkan musik sejak dini kepada para muridnya. Mulai dari alat musik sederhana bahkan menggunakan alat dapur.

Kami menyediakan kelas mulai dari usia TK. Dari situ kami sudah perkenalkan musik, mulai dari alat-alat sederhana bahkan menggunakan panci. Tiap pagi kita kumpul dengan menggunakan musik,” tutur Rini Prasetyaningsih, Pakar Multi Disable with Visual Impairment Yayasan Rawinala.

Lebih jauh Rini mengungkap,”Kami juga sering menampilkan murid-murid kami untuk tampil di acara-acara seprerti 17 Agustus, dan tampil di berbagai Mall. Dari situlah bakat mereka muncul dan terasah, dimana kami memberi kesempatan seluas-luasnya bagi mereka untuk tampil dan dikenal masyarakat, karena peluang dari keluarga dan masyarakat sangat dibutuhkan bagi mereka.”

Murid Rawinala dengan Penglihatan Terbatas, Namun Memiliki Suara Emas

Salah satu murid Yayasan Rawinala dengan bakat musikalitas berkelas adalah seorang alumni yang baru saja lulus dari Rawinala bernama Louis Bertrand.

Menjadi penyandang tunanetra ganda tak lantas membuat pria yang akrab disapa Louis itu menyerah pada keadaan. Louis justru bersemangat mengasah kemampuannya dalam bidang tarik suara.

Bakat bermusik Louis terlihat sejak kecil, dimana hal tersebut disadari oleh sang ibu saat Louis masih kecil. Dimana pada suatu waktu Louis bernyanyi lagu anak mandarin berjudul Shi Shang Zhi You Mama Hao. Sejak saat itulah sang ibu menyadari bahwa Louis memiliki kelebihan di bidang menyanyi.

Louis masuk ke Yayasan Rawinala sejak usia 5 tahun, hingga lulus di usia 20 tahun pada bulan Juni tahun lalu. Di Rawinala Louis belajar banyak hal, mulai dari kemandirian sampai akademik.

Selain mendapat pendidikan di Rawinala, Louis juga memperdalam dunia tarik suara dengan mengikuti les vocal di Voice of Indonesia.

Dengan suara emas dan pengetahuannya di bidang musik, Louis juga akan memberikan cahayanya dengan berkontribusi menjadi pengajar musik di Yayasan Rawinala.

Di akhir percakapan, Louis memberi pesan menyentuh untuk teman-teman difabel dan non difabel seusianya agar tetap semangat menjalani kehidupan.

“Buat teman-teman semua, untuk yang difabel tetaplah berkarya, teruslah belajar, dan jangan menyerah. Untuk teman-teman yang non difabel, kami itu istimewa, kami sama seperti kalian, percayalah bahwa Tuhan menciptakan kita semua sempurna dan baik adanya,” tutur Louis.

Musikal Cahaya Hati. Menyatukan Kepedulian, Menyalakan Harapan

Untuk menyalakan harapan yang lebih panjang dan memberi ruang untuk Louis dan murid berbakat Rawinala lainnya, Yayasan Rawinala akan menggelar sebuah pertunjukan Musikal berjudul ‘Cahaya Hati’ pada 22 Juli 2025 di The Ballroom Djakarta Theatre.

Dalam kegelapan, sebuah cahaya kecil bisa menerangi langkah. Cahaya Hati bukan sekadar pergelaran musikal—ini adalah panggilan bagi hati yang peduli, sebuah kesempatan untuk menjadi bagian dari perubahan, dan simbol harapan bagi anak-anak penyandang tunanetra ganda.

Jalan yang panjang tersebut tak dapat ditempuh sendirian. Keterlibatan masyarakat, pemerintah, dan berbagai pihak merupakan kekuatan untuk membantu mereka melangkah lebih jauh —melalui dukungan, kepedulian, dan tindakan nyata.

Pergelaran musikal ‘Cahaya Hati’ hadir sebagai ajakan bagi kita semua untuk bersama-sama menyalakan harapan bagi mereka.

Musikal Cahaya Hati merupakan karya kreatif Poppy Hayono Isman dan Maya Djamhari Sirat, yang bukan hanya sebuah pertunjukan seni, tetapi juga sebuah gerakan solidaritas, dimana musikal Cahaya Hati juga akan membuka donasi.

Uluran tangan dari donatur dan masyarakat yang diperoleh akan dipergunakan untuk membangun ‘Sekolah Musik untuk Anak Berkebutuhan Khusus’ di dalam kampus Rawinala, serta mengembangkan ‘Sheltered Workshop’ untuk pemberdayaan murid Rawinala sebagai bekal setelah lulus.

Selain Louis Bertrand, Musikal Cahaya Hati juga akan menampilkan Aru Wisaksono Sudoyo, Ario Djatmiko, Eddy Tobing, Hayono Isman, Katyana, Marlinda Adam, Michael Sean, Meiske Hutapea, Prasetio, Selma, serta Paduan Suara MSI Melati Menur, Rawinala, Pranagita, Gita Prodia, Jala Madhuswara. Pergelaran akan diiringi oleh Terrence Band, musisi Dameria Hutabarat, Michael Kwok, Maulid Habiby, Nadya Pramudita, Sonar Panigoro, Verrel Wicaksono.

“Mari bersama-sama hadir, berkontribusi, dan menyebarkan berita bahwa masih banyak anak-anak yang berjuang di dalam kegelapan, dan kita memiliki kekuatan untuk menyalakan cahaya bagi mereka,” tutup Endang Hoyaranda.***

 

 

 

 

 

 

Post Comment