Kenali dan Tangani! Jangan Tunggu Parah Gangguan Bipolar dan Skizofrenia

puanpertiwi.com – Masyarakat dihimbau untuk tidak menunda konsultasi dan terapi jika menyadari adanya Gangguan Bipolar (GB) dan Skizofrenia, baik pada diri sendiri, keluarga maupun lingkungan sekitar.

GB dan Skizofrenia ini, bukan sekadar gangguan pada perubahan suasana hati atau perilaku, melainkan kondisi serius yang memerlukan penanganan medis cepat dan tepat agar tidak memburuk.

Konsultasi dan terapi sebaiknya segera dilakukan pada spesialis kedokteran jiwa (psikiater).

Penatalaksanaan Skizofrenia dan GB sebaiknya bersifat komprehensif.

Yang paling utama yaitu memperbaiki kekacauan kimia otak melalui pengobatan, serta melibatkan orang terdekat dari penderita untuk mendukung penderita berobat dengan baik dan teratur.

Hal yang perlu diperhatikan yaitu melibatkan pemerintah dalam penyediaan skema pengobatan termasuk pembiayaanya agar bersifat berkesinambungan.

Selain itu juga dalam penyediaan lapangan kerja yang sesuai dengan kapasitas penderita.

dr. Ashwin Kandouw, Sp.KJ, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa menyatakan, Skizofrenia merupakan gangguan mental berat, bersifat kronis dan mempengaruhi pikiran perasaan dan perilaku penderita.

Menurutnya, gangguan pikiran pada penderita bisa berupa kekacauan proses pikir yang terlihat melalui cara bicara yang kacau, bisa juga terganggunya isi pikir yang tampak sebagai waham yaitu keyakinan yang salah dan tidak sesuai dengan realita yang ada, tetapi diyakini oleh penderita.

Gangguan perasaan bisa berupa penumpulan emosi atau bahkan mood yang kacau.

Gangguan perilaku biasanya berupa perilaku yang kacau, bahkan bisa agresif.

“Sering juga ada gangguan persepsi panca indera berupa halusinasi, yaitu adanya persepsi panca indera (pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, rabaan) tanpa ada sumber rangsangnya,” jelas dr. Ashwin Kandouw, Sp.KJ, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa.

dr. Ashwin juga memaparkan, sedangkan GB merupakan gangguan mood atau suasana perasaan.

‘Bi’ artinya dua dan ‘polar’ artinya kutub. Jadi penderita bipolar akan mengalami mood yang berubah-ubah secara ekstrim dari kutub manik ke kutub depresi dan juga sebaliknya.

Lebih lanjut dr. Ashwin menjelaskan, beberapa gejala yang muncul pada fase manik.

Seperti rasa gembira dan rasa percaya diri yang berlebihan, banyak sekali ide yang datang secara bersamaan, merasakan peningkatan tenaga dan semangat yang berlebihan, dorongan bicara dan dorongan belanja yang berlebihan dan sulit dikendalikan.

Selain itu juga menjadi sangat impulsif, cenderung menjadi sembrono, nekat dan menyerempet bahaya, peningkatan nafsu makan dan libido yang di atas kebiasaannya.

“Sedangkan pada fase depresi, gejalanya berupa rasa sedih yang berlebihan dan sulit dikendalikan, kehilangan kesenangan dari hobby yang biasanya menyenangkan, terjadinya penurunan tenaga dan konsentrasi, perubahan nafsu makan, gangguan tidur, menurunnya keinginan sosialisasi dan kepercayaan diri, kesulitan mengambil keputusan, kecenderungan melukai diri sendiri bahkan ingin mengakhiri hidup,” jelas dr. Ashwin.

dr. Ashwin menambahkan, walaupun gangguan Skizofrenia dan GB merupakan dua gangguan yang berbeda tapi ada juga beberapa kesamaannya.

Yaitu, sama-sama terjadi gangguan keseimbangan kimia otak, bersifat kronis artinya perjalanan penyakitnya lama, bersifat kambuhan.

Artinya ada saat gejala bisa berkurang tapi juga ada saatnya bisa kambuh lagi.

Kedua gangguan ini juga mengganggu fungsi dan produktivitas penderita, menyebabkan penderitaan baik bagi penderita maupun keluarga penderita dan juga orang-orang di sekitar penderita.

Semakin cepat penderita mendapatkan pertolongan medis yang tepat maka hasil pengobatannya juga akan jauh lebih baik.

Sebaliknya, semakin lambat penderita mendapat pertolongan medis maka peluang untuk pulihpun semakin berkurang.

Semakin sering terjadi kekambuhan maka hasil pengobatannya juga cenderung akan kurang baik bila dibandingkan dengan penderita yang jarang kambuh.

Perlu diperhatikan bahwa pada setiap kekambuhan juga akan terjadi kerusakan sel otak yang tidak bisa diperbaiki lagi.

“Artinya semakin jarang kambuh semakin banyak sel otak yang terselamatkan. Dan semakin sering kambuh, semakin banyak sel otak yang mengalami kerusakan. Perlu diketahui bahwa sel otak yang sudah rusak cenderung tidak bisa pulih lagi, ” ungkap dr. Ashwin.

la juga mengatakan, dengan memahami hal-hal tersebut maka akan sangat penting untuk seorang penderita Skizofrenia maupun GB bisa cepat terdiagnosis dan mendapatkan penanganan medis yang tepat oleh personil medis yang kompeten.

Selain itu, mendapatkan pengobatan terbaik dan termutakhir, menjalani pengobatan dengan teratur agar gejala bisa sebanyak-banyaknya terkendali dan sebisa mungkin tidak mengalami kekambuhan.

“Baik Skizofrenia dan GB memiliki angka kejadian sebesar 1% dari populasi,” jelasnya.

Ada beberapa kendala yang kadang menyulitkan penderita untuk segera bisa mendapatkan pelayanan medis yang tepat sesuai kondisinya.

Seperti ketidakmengertian dan ketidakpahaman, akses pengobatan yang terbatas dan sulit (baik fasilitas kesehatan maupun keterbatasan ketersediaan obat), keengganan penderita dan keluarga untuk berobat ke dokter, penyangkalan penderita dan atau keluarga bahwa ada kondisi medis yang harus segera mendapatkan pertolongan.

Ada juga, stigma gangguan jiwa yang masih kuat di mata masyarakat dan kecenderungan masyarakat untuk mencari pengobatan alternatif terlebih dahulu.

dr. Ashwin mengimbau, dengan memahami masalah di atas maka dapat terlihat bahwa setiap pihak yang terkait dengan gangguan-gangguan ini perlu berkontribusi agar penderita bisa cepat mendapatkan pertolongan yang terbaik sesuai kondisinya.

Ketidakpahaman bisa diatasi dengan sosialisasi dan edukasi kepada seluruh masyarakat.

“Diperlukan adanya perbaikan akses pengobatan dengan penyediaan fasilitas yang lebih merata dan memperbaiki ketersediaan obat, destigmatisasi oleh seluruh pihak terkait,” himbau dr. Ashwin.

Hanadi Setiarto, Country Group Head Wellesta Indonesia menyatakan, sebagai perusahaan yang berfokus pada bidang kesehatan dan teknologi medis, Wellesta berkomitmen terhadap kesehatan dan kualitas hidup pasien, termasuk untuk pasien GB dan Skizofrenia.

Lebih lanjut Hanadi menjelaskan, sangat penting meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terkait kondisi penyakit mental yang terkadang tidak disadari.

“Kami menyadari, jika tidak diatasi dengan baik, kej adian GB dan Skizofrenia akan terus bertambah sehingga ke depannya akan menurunkan kualitas hidup, peningkatan mortalitas dini, hingga berkontribusi pada penyakit fisik seperti kardiovaskular, metabolik, dan infeksi,” papar Hanadi Setiarto, Country Group Head Wellesta Indonesia.

PT Wellesta Perkuat Komitmen Dukung Individu dengan Gangguan Bipolar dan Skizofrenia Melalui Program Edukasi dan Kolaborasi

PT Wellesta, perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia, hari ini menegaskan kembali komitmennya untuk meningkatkan kualitas hidup orang yang hidup dengan Gangguan Bipolar (GB) dan Skizofrenia.

PT Wellesta berusaha mengurangi stigma, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memberikan dukungan yang lebih baik bagi pasien dan keluarga mereka melalui berbagai program edukasi dan kerja sama strategis.

Penanganan menyeluruh diperlukan untuk gangguan bipolar dan skizofrenia, yang termasuk dalam gangguan mental serius.

Program Inisiatif PT Wellesta:

Dalam rangka mewujudkan komitmennya, PT Wellesta telah meluncurkan serangkaian program yang dirancang untuk memberikan dampak positif.

PT Wellesta sangat percaya bahwa kolaborasi adalah kunci keberhasilan dalam upaya kesehatan mental.

Untuk itu, perusahaan ini secara aktif menjalin kerja sama dengan Pemerintah dan Institusi Kesehatan.

PT Wellesta bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Dinas Kesehatan terkait untuk mendukung program kesehatan mental nasional.

Kerja sama ini dapat mencakup mendukung layanan kesehatan mental dasar, memberikan pelatihan kepada tenaga medis, dan berpartisipasi dalam kampanye kesehatan mental nasional.

“Kami PT Wellesta sangat prihatin terhadap individu dengan Gangguan Bipolar dan Skizofrenia, serta keluarga yang merawat mereka,” kata Hanadi.

“Melalui program-program ini dan kolaborasi yang kuat dengan komunitas serta pemerintah, kami berharap dapat menciptakan lingkungan yang lebih suportif, mengurangi stigma, dan memastikan bahwa setiap individu memiliki akses terb perawatan dan dukungan yang mereka butuhkan untuk hidup berkualitas,” lanjutnya.

PT Wellesta berkomitmen untuk terus menjadi mitra terdepan dalam memajukan kesehatan di Indonesia, dengan fokus pada edukasi, dukungan, dan pengembangan inovasi.***

Post Comment