Sanggar Sinar Norray & Maudy Koesnaedi Suguhkan Komedi Betawi di Galeri Indonesia Kaya untuk HUT Jakarta ke-498
puanpertiwi.com – Dalam rangka merayakan Hari Ulang Tahun ke-498 Kota Jakarta, Galeri Indonesia Kaya menghadirkan pertunjukan seni budaya bertajuk “Berjuta Pilihan Hidup di Kota Jakarta”.
Komedi panggung khas Betawi ini menghadirkan kisah-kisah masyarakat urban dengan penuh warna, tawa, musik, dan pesan kehidupan, dibalut dalam gaya bodoran khas Betawi yang jenaka dan menyentuh.
Dipentaskan oleh Sanggar Sinar Norray, pertunjukan ini merupakan hasil kolaborasi dengan aktris senior Maudy Koesnaedi dan Teater Abang None Jakarta.
Selama 60 menit, para penonton diajak menyaksikan sketsa-sketsa segar yang menggambarkan beragam situasi kehidupan warga ibu kota, dari jodoh, pekerjaan, keluarga, hingga gaya hidup kekinian.
Disampaikan melalui sentuhan bahasa Betawi yang penuh permainan kata, pementasan ini mengajak penonton merenung tentang pilihan hidup dan nilai-nilai kebijaksanaan sederhana.
Pentas dibuka dengan nyanyian dan tarian Betawi meriah, membawa nuansa hangat Jakarta tempo dulu.
Tak hanya itu, rangkaian HUT Jakarta juga diisi dengan workshop silat Betawi yang digelar pada 16–19 Juni bersama pewaris Perguruan Silat Mustika Kwitang, ditutup dengan showcase silat bertepatan dengan hari pertunjukan.
Peserta workshop diperkenalkan pada dasar-dasar silat Betawi, mencakup gerakan pukulan, tangkisan, dan filosofi yang menyertainya.
Kegiatan ini kemudian ditutup dengan sebuah showcase silat pada 21 Juni 2025, bertepatan dengan pertunjukan ‘Berjuta Pilihan Hidup di Kota Jakarta’ bersama Sanggar Sinar Norray.
“Sebagai bentuk cinta kami terhadap kekayaan budaya Indonesia, khususnya dalam merayakan hari jadi ke-498 Kota Jakarta, kami menghadirkan pertunjukan warisan budaya Betawi dalam kemasan yang jenaka, hangat, namun sarat makna. Di tengah riuhnya kehidupan ibu kota, kami percaya seni memiliki kekuatan untuk merekatkan sekaligus menghibur. Kami berharap para penikmat seni tak hanya terhibur, tetapi juga dapat merenungkan kembali nilai-nilai sederhana yang menjadi akar kearifan lokal Jakarta dan semoga pertunjukan hari ini dapat terus menginspirasi generasi muda untuk mencintai identitas budaya,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Galeri Indonesia Kaya.
Pertunjukan ini menjadi pertemuan lintas generasi dalam seni pertunjukan.
Didirikan pada tahun 1995 oleh Almh. Hj. Nori atau dikenal sebagai Mpok Nori, Sanggar Sinar Norray telah menjadi rumah bagi pelestarian seni Betawi, dari lenong hingga musik dan tarian.
Kini di bawah kepemimpinan putrinya, Engkar Karmilasari, sanggar ini terus berinovasi memperkenalkan kekayaan Betawi dengan pendekatan yang lebih modern.
Engkar Karmilasari, pemimpin Sanggar Sinar Norray mengungkapkan rasa bahagia, Sanggar Sinar Norray diberi kesempatan oleh Galeri Indonesia Kaya untuk terus menyebarkan semangat dan keindahan budaya Betawi melalui panggung seni.
“Kami berharap para penikmat seni yang hadir sore hari ini dapat merasakan hidupnya budaya kami di setiap cerita dan tawa yang kami sajikan. Pentas ini adalah bentuk cinta kami terhadap budaya Betawi yang kami sajikan dengan kemasan kekinian. Kami ingin penikmat seni dari berbagai generasi bisa menikmati kekayaan budaya kita lewat tawa, musik, dan gerak yang akrab dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu nilai lebih dari pementasan ini adalah kemampuannya menjembatani kesenjangan antar generasi,” ujar Engkar Karmilasari, pemimpin Sanggar Sinar Norray.
Aktris Maudy Koesnaedi yang turut tampil dalam pementasan ini juga menyampaikan pandangannya.
Maudy Koesnaedi mengaku bangga, dapat kembali tampil di hadapan para penikmat seni di Galeri Indonesia Kaya dan menjadi bagian dari perayaan budaya yang hangat ini.
“Bagi saya, budaya adalah akar yang tak boleh lepas dari siapa pun yang hidup di Jakarta. Dalam pementasan ini, saya merasa ikut menyampaikan semangat itu lewat cerita dan tawa yang membumi. Dengan memadukan elemen tradisional seperti musik dan tarian Betawi dengan penyajian cerita yang kekinian, saya berharap pertunjukan ini dapat menginspirasi generasi muda untuk mencintai dan melestarikan budaya Betawi,” tutur Maudy Koesnaedi.
“Lebih dari itu, saya merasa terhormat dapat ikut ambil bagian dalam persembahan yang juga menjadi bentuk penghormatan atas 10 tahun kepergian Mpok Nori, seniman legendaris Betawi dan pendiri Sanggar Sinar Norray, yang telah mewariskan semangat dan kecintaannya pada budaya kepada kita semua,” lanjut Maudy Koesnaedi.
Bagi Maudy, panggung teater adalah ruang yang sangat berbeda dibanding sinetron.
Namun, ia mengaku semua memiliki kesan menarik dalam sudut pandang yang berbeda.
“Kayak Zaenab, misalnya. Sinetronnya sebenarnya sudah selesai tahun 1999, tapi karena terus diulang-ulang, karakternya jadi seperti masih terus hidup. Orang pun melihat saya sebagai karakter dari mimpi itu. Rasanya menyenangkan sih, bisa jadi bagian dari cerita yang melekat begitu lama di ingatan orang, ” ujar Maudy.
“Tapi kalau di teater, rasanya beda. Ada kehangatan dan kedekatan yang nggak bisa diganti. Kita bisa langsung merasakan energi penonton, bisa denger reaksi mereka saat kita lagi main. Begitu selesai, ya selesai. Tapi justru di situ serunya, karena setiap pementasan itu unik. Nanti akan ada cerita baru lagi, dan pengalaman baru lagi,” lanjutnya.
Sanggar Sinar Norray merupakan sanggar seni yang didirikan oleh Almh. Hj. Nori pada tahun 1995.
Nama ‘Sinar Norray’ berasal dari gabungan kata ‘Sinar’ dan ‘Norray’-nama panggung sang pendiri yang akrab dikenal sebagai Mpok Nori.
Sanggar ini telah menjadi wadah bagi pelestarian dan regenerasi budaya Betawi melalui berbagai pertunjukan seperti lenong, musik, tarian, dan komedi panggung.
Pada tahun 2012, sanggar ini merilis album gambang kromong yang diaransemen secara modern dan mendapat sambutan positif. Sejumlah penghargaan telah diraih sebagai bentuk apresiasi atas konsistensi mereka dalam melestarikan seni Betawi ke berbagai daerah.**
Post Comment
You must be logged in to post a comment.