Health

Tak Hanya Lansia, Nyeri Lutut dapat Berisiko Segala Usia, Kenali Gejala dan Atasi Tanpa Operasi

puanpertiwi.com – Tak hanya diderita oleh orang lanjut usia (lansia), nyeri lutut juga sudah menjadi keluhan umum bagi beberapa orang dari segala usia.

Seperti yang diketahui, lutut merupakan salah satu bagian tubuh yang sangat penting untuk kita dalam melakukan segala aktifitas.

Kendati demikian, lutut juga merupakan bagian tubuh yang cukup berisiko, karena kerap melakukan beberapa kegiatan yang berlebihan.

Secara umum, sebagian besar orang menganggap, nyeri atau cedera pada lutut disebabkan karena adanya kekurangan asupan vitamin dan mineral dalam tubuh.

Namun, penyebab utamanya selain faktor genetik, usia, trauma, obesitas, serta jenis kelamin, nyeri lutut dapat dirasakan setelah berolahraga, aktivitas yang menu gerakan atau hobi yang berlebihan, yang dimulai sebagai rasa tidak nyaman yang ringan, hingga menjadi lebih buruk.

Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik, dr. Ferius Soewito, Sp.KFR., dalam Konferensi Pers ‘Mengatasi Nyeri Lutut Tanpa Operasi’ di Hotel Des Indes, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Mei 2023, memaparkan beberapa angka kejadian cedera pada lutut.

Diantaranya, diperkirakan ada 6,6 kejadian cedera lutut yang datang ke IGD di USA dalam kurun waktu 10 tahun. Yakni, 4 9,3 persen disebabkan oleh olahraga, 30,2 persen karena rekreasi.

Sedangkan 42 persen masyarakat berusia di atas 65 tahun mengalami cedera lutut akibat tangga dan lantai.

“Penari juga memiliki risiko cedera pada lutut,” kata dr. Ferius.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Komite Medis Flex Free Clinic, Arif Soemarjono, Dokter Spesialis Fisik dan Rehabilitasi di Klinik Flex Free juga mengatakan, ada beberapa cara untuk memeriksakan cedera pada lutut.

Seperti melakukan x-ray, USG Musculoskeletal, dan MRI Musculoskeletal.

Selama ini mungkin kita mengenal USG hanya digunakan untuk melihat kondisi perut pada seseorang yang sedang hamil dan sebagainya.

Namun seiring berkembangnya teknologi, maka dapat digunakan untuk mendeteksi beragam penyakit.

“Sekarang ini, USG sudah bisa mendiagnosis atau melihat kelainan di bidang otot, tulang, dan sendi,” kata dr. Arif.

USG Musculoskeletal merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat otot dan jaringan lunak yang ada di sekitarnya.

Dengan melakukan pemeriksaan ini, maka dinilai lebih efektif dibandingkan X-ray karena dapat melihat kondisi lutut secara langsung.

Namun, ada juga kelemahan yang dimiliki dari USG Musculoskeletal, seperti tidak dapat melihat struktur bagian dalam secara jelas.

Sementara itu, dr. Reggy Trialetta Injo, Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik Flex Free Clinic, mengatakan, Lansia merupakan kelompok yang rentan terkena masalah pada lutut.

Kasus permasalahan ini disebut dengan Osteoarthritis, yaitu penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada tulang rawan, sendi, dan pembentukan tulang baru.

Penyakit tersebut cukup erat dengan penuaan dan sangat rentan terhadap tulang lutut, panggul, dan tulang belakang.

Tercatat tahun 2020, sekitar 654,1 juta orang berusia lebih dari 40 tahun yang menderita OA pada lutut di seluruh dunia.

Prevalensi global OA lutut adalah 16,0% pada individu berusia 15 tahun ke atas dan 22,9% pada individu berusia 40 tahun ke atas.

Insiden global OA lutut adalah 203 per 10.000 orang/tahun pada individu berusia 20 tahun ke atas.

Kasus OA inipun semakin meningkat seiring bertambahnya usia.

Adapun lutut menjadi urutan pertama pada bagian serangan OA setelah tulang belakang, panggul, dan tangan.

Beberapa gejala Osteoartritis yang harus diketahui seperti, nyeri lutut, kaku di pagi hari, sendir berbunyi ketika digerakan (Krepitus), nyeri tekan, dan tidak hangat pada perabaan.

Meskipun dianggap sebagai penyakit pada usia lanjut, Osteoartritis bukanlah hal yang wajar pada masa penuaan.

“OA bukan penyakit yang dapat disembuhkan, tetapi pengobatan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi nyeri pada lutut dan untuk mencegah perburukan keadaan,” kata dr. Reggy.

Terdapat 3 jenis penanganan yang dapat dilakukan yaitu dengan farmakologis, non farmakologis, dan operasi.

Penanganan farmakologis merupakan penanganan dengan menggunakan obat-obatan.

Sedangkan, penanganan nonfarmakologis merupakan penanganan dengan melakukan fisioterapi, latihan, dan mengubah gaya hidup.

Selama ini, tidak sedikit orang yang mengalami cedera justru datang ke beberapa ahli urut.

Meski hal tersebut tidak dilarang, namun lebih disarankan apabila pasien melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter untuk melihat apakah kondisi cedera tidak terlalu berat sehingga aman untuk diurut.

Penulis: Dwi Kartika Sari

Tags : featured

Leave a Response